Posted by : Gelas Kaca December 07, 2014


Kitab Al-Ahkam As Sultaniyyah
Pemikir ekonomi Islam Al-Mawardi



I.                   Pendahuluan
Pada masa kejayaan islam di era kekhalifaan Abbasiyah salah seorsang ulama berhasil mengukir sejarah emas tentang pemikirannya ntuk kemajuan perekonomian dan politik yang ia merupakan penganut mazhab syafi’i yang dikenal dengan nama Al-Mawardi. Dalam pemikirannya ia menghasilkan tiga buah karya  yaitu, Kitab Adab ad-Dunya qa ad-Din, al-Hawi dan al-ahkam as-Sulthaniyah. Dalam Kitab Adab Ad-Dunya Wa Ad-Din, ia memaparkan tentang perilaku ekonomi seorang muslim serta empat jenis mata pencaharian utama, yaitu pertanian, peternakan, perdagangan dan industri. Dalam kitab al-Hawi, di salah satu bagiannya, Al-Mawardi secara khusus membahas tentang mudharabah dalam pandangan berbagai mazhab. Dalam kitab Al-Ahkam as-Sulthaniyyah, ia banyak menguraikan tentang sistem pemerintahan dan administrasi negara Islam, seperti hak dan kewajiban penguasa terhadap rakyatnya, berbagai lembaga negara, penerimaan dan pengeluaran negara serta institusi hisbah[1].
Dari ketiga karya tulis tersebut, para peneliti ekonomi Islam tampaknya sepakat menyatakan bahwa Al-Ahkam As Sultaniyyah  merupakan kitab yang paling komprehensif dalam mempresentasikan pokok-pokok pemikiran ekonomi Al-Mawardi. Karena kitab ini ia sangat terkenal dan bahkan kitab Al-Ahkam As Sultaniyyah juga diterjemahkan kedalam berbagai bahasa. Kitab ini membahas tentang ekonomi dan keuangan negara. Secara khusus dibahas pada bab 11,12,13 yang masing-masing membahas tentang  harta, sedekah, harta fai dan ghanimah, serta jizyah dan kharaj.  Sumbangan utama Al-Mawardi  terletak pada pendapat mereka  tentang pembebanan pajak tambahan dan dibolehkannya peminjaman publik[2].
Bahasan tentang ekonomi dan politik cukup bagus untuk untuk bahas, karena ini bisa dipakai juga dalam perekonomian kontemporer guna untuk memperbaiki perekonomian negara.  Saat ini hampir semua terlena dengan kemajuan teknologi dan pemikiran-pmikiran  ekonomi konvensional.  
Dalam kitab Al-Ahkan As-Sultaniyyah dijelaskan secara detail tentang bagaimana cara-cara pemilihan kepala negara dan bagaimana mengatur sistem pajak tambahan.
Pajak merupakan cara pemerintah untuk menarik dana dari masyarakat yang merupakan instrumen dari pemerintah untuk membantu masyarakat lemah. Dalam kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyyah menjelaskan bahwa pajak itu adalah pungutan yang harus dibayar atas tanah. Selain itu kitab ini juga menjelaskan tentang bagaimana pemilihan kepadala negara yang benar Al-Mawardi menyebutkan secara detail tentang pemilhan kepala negara oleh Ahlul halli wal aqli.


II.                Pembahasan

A.     Biografi Al-Mawardi
            Al-Mawardi merupakan seorang politik ekonomi Islam. Ulama penganut mazhab Syafi’i ini bernama lengkap Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi Al-Basri Al-syafi’i lahir di kota Basrah pada tahun 364 H (974M).  Al-Mawardi menerima pendidikan pertamanya di kota Basrah. Ia belajar ilmu hukum dari Abdul Qasim Abdul Wahid as Saimari, dan kemudian di Baghdad untuk melanjutkan ilmu hukumnya, tata bahasa dan kesussatraan  dari Abdul al-Bafi dan Syaikh Abdul Hamid al-Isfraini[3].
            Al-Mawardi mempunyai seorang saudara laki-laki yang tinggal di Basrah.Keduanya sering berkirim surat untuk menanyakan tentang hal masing-masing. [4]
            Kemampuan Al-Mawardi dalam menguasai berbagai ilmu menghantarkannya kepada perjalanan karier yang cemerlang Ia di percaya memangku jabatan qadhi (hakim) di Baghdad pada tahun  499 Hijriah di masa pemerintahan Khalifah Al-Qaim bi Amrillah Al-Abbasi.  Sekalipun menjadi hakim ia tetap aktif mengajar dan menulis. Kemudian berkelana keberbagai negari Islam untuk menuntut ilmu. Di antara guru-guru Al-Mawardi adalah Al-Hasan bin Ali Muhammad Al-Jabali., Muhammad bin Adi bin ZuharAl-Manqiri, Ja’far bin Muhammad bin Al-Fadh; Al-Baghdadi, Abu Al-Qasim Al-Qusyairi, Muhammad bin Al-Ma’ali Al-Azdi, dan Ali Abu Al-Asyfarayini[5].
            Al-Mawardi  hidup di masa dunia Islam terbagi kedalam tiga dinasti yang saling bermusuhan, yaitu Dinasti Abbasiyah di Mesir, Dinasti Umawiyah II di Andalusia dan Dinasti Abbasiyah di Baghdad, dan memperoleh kekuasaan rertinggi di masanyka dengan ma yaitu sebagai mediator mereka dengan musuh-musuhnya.

B.     Kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyyah
1.      Negara dan Aktivitas Ekonomi
Teori keuangan  publik selalu terkait dengan peran negara dalam kehidupan ekonomi. Al-Mawardi berpendapat bahwa pelaksanaan Imamah (kepemimpinan politik dan keagamaan) merupakan kekuasaan mutlak (absolut) dan pembentukannya merupakan suatu keharusan demi terpeliharanya agama dan pengelolahan dunia. Sebuah negara Islam yang baik menurut Al-Mawardi dianataranya memenuhi beerapa persyaratan sebagai berikut:
-          Agama
-          Penguasa Karismatik
-          Keadilan Merata
-          Keamanan yang Kuat dan Menjamin
-          Kesuburan Tanah
-          Harapan Keberlangsungan hidup
Al-Mawardi menyatakan bahwa negara memiliki peran aktif demi terealisasinya tujuan material dan spiritual. Ia menjadi kewajiban bagi penguasa dalam membantu merealisasikan kebaikan bersama, yaitu memelihara kepentingan masyarakat serta mempertahankan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
Al-Mawardi juga berpendapat bahwa negara harus menyediakan infrasturuktur yang diperlukan bagi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan umum. Ia juga menegaskan bahwa negara wajib mengatur dan membiayai pembelanjaan yang dibutuhkan oleh layanan publik karena setiap individu tidak mungkin membiayai layanan semacam itu.  Dengan demikian, layanan publik merupakan kewajiban sosial (faedhu kifayah) dan harus berstandar kepada kepentingann publik.
Untuk memenuhi kepentingan umum, dan pengadaan proyek negara dapat menggunakan dana Baitul Mal atau membebankan kepada individu-individu yang memadai. Ia menyebutkan tugas-tugas negara dalam kerangka pemenuhan kebutuhan dasar setiap negara sebagai berikut :

  •    Melindungi agama
  •  Menegakkan hukum dan stabilitas
  • Memelihara batas negara Islam
  • Menyediakan iklim ekonomi yang kondusif

  •  Menyediakan adm publik, peradilan dan pelaksanaan hukum Islam

       Mengumpulkan pendapatan dari berbagai sumber yang tersedia serta menaikkannya dengan menerapkan pajak baru jika situasi menuntutnya, dan
       Membelanjakan dana Baitul Maal untuk berbagai tujuan yang telah menjadi kewajibannya
      Al-Mawardi menegaskan bahwa negara wajib mengatur dan membiayai pembelanjaan yang dibutuhkan oleh layanan publik karena setiap individu tidak mungkin membiayai jenis layanan itu. Dengan demikian, layanan publik merupakan kewajiban sosial dan harus bersandar. Untuk membiayai berbagai barang dan jasa disewa oleh negara dalam rangka mandatory fungsions.
      Dengan demikian Al-Mawardi menegaskan bahwa pinjaman publik hanya diperbolehkan untuk mandatory fungsions. Contohnya pembiayaan berbasis sewa yaitu gaji tentara dan biaya pengadaan senjata. Jika dananya tidak mencukupi maka, negara dapat melakukan pinjaman untuk memenuhi pinjaman tersebut[6].

2.      Perpajakan
      Dalam bukunya Al-Ahkam al Sulthaniyyah menjelaskan pajak (kharaj) adalah punggutan yang harus dibayar atas tanah[7]. Tentang pajak ini tidak ada nash sendiri dalamAl-Qur’an.
      Kata kharaj berasal dari bahasa dari bahasa kharaja yang artinya keluar, atau hasil yang dikeluarkan dari satu lahan. Islam membenarkan bahwa pajak atau kharaj itu berdasarkan aturannya berdasarkan ijtihad para imam. Pemerintah berhak menarik pajak sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat di negaranya.  
            Pemerintah wajib memunggut pajak jika dalam kondisi negara  yang membutuhkan. Al-Mawardi membagi tanah yang dikenakan pajak menjadi dua macam yaitu :
¨       Tanah yang pemiliknya masuk Islam, dan ia menjadi pihak yang berhak atas tanah itu. Menurut mazhab syafi’i tanah itu menjadi tanah sepersepuluh (Usyr) dan tidak boleh dikenakan kharaj. Imam Abu Hanifah berpendapat, kepala pemerintah dapat memilih antara menjadikanya sebagai lahan kharaj atau sepersepuluh. Jika ia menjadikanya sebagai kharaj maka tanah itu tidak boleh diubah menjadi tanah sepersepuluh, begitu juga sebaliknya.
¨       Tanah yang dirampas dari kaum Musyrikin dengan paksa dan kekuatan. Tanah ini menurut mazhab Syafi’i menjadi harta rampasan perang yang dibagikan kepada para tentara yang mendapatkan rampasan perang itu, dan ia menjadi tanah sepersepuluh yang tidak boleh dipungut kharaj nya. Sementara itu Imam Malik menjadikannya tanah wakaf bagi seluruh kaum muslimin dengan kewajiban mengeluarkan kharaj yang ditetapkan atas tanah itu. Abu Hanifah berpendapat, pemerintah atau kepala negara dapat memilih salah satu dari dua hal terebut.
¨       Tanah yang didapatkan dari kaum musyrikin dengan damai. Inilah tanah yang dikhususkan dikenakan kharaj. Tanah seperti ini ada dua macam yaitu , pertama; tanah yang ditinggalkan oleh para pemiliknya sehingga tanah ini dapat direbut oleh kaum muslimin tampa melalui perperangan. Kedua, tanah yang tetap ditempati oleh para pemiliknya dan mereka berdamai dengan pasukan Islam, dan pemilikan yang mereka pegang itu diakui.
            Jadi dapat disimpulkan bahwa objek al-kharaj menurut al-Mawardi secara substansi adalah tanah atau bumi yang dimamfaatkan.
            Penilaian pajak menurut Al-Mawardi bervariasi tergantung faktor kesuburan tanah dalam membayar pajak  diantaranya yaitu :
¨       Kesuburan Tanah, Berdasarkan kesuburan tanah ini bisa dilihat jumlah produksi yang akan dihasilkan oleh tanaman tersebut. Kalau tanahnya subur itu berarti jumlah tanamannya berpotensi untuk subur juga.
¨       Jenis Tanaman, Jenis tanaman ini juga mempengaruhi pembayaran pajak, karena tanaman bervariasi, dengan harga yang berbeda-beda. Kalau tanaman harganya murah maka bisa dikatakan jumlah pajaknya juga sedikit.
¨       Sistem Irigasi, Dalam irigasi ini terbagi dua yaitu sistem irigasi secara manual dan sistem irigasi secara alamiah. Maka untuk itu jumlah pajak yang mereka bayar juga berbeda.
¨       Jarak Tanah dengan pasar. Jarak dari perkebunan ke pasar menjadi faktor yang sangat dipertimbangkan dalam perhitungan pembayaran pajak.  Karena jarak merupakan faktor yang sangat penting selain dari faktor-faktor diatas.
            Metode penerapan kharaj atau pajak menurut Al-Mawardi menyarankan salah satu sari metode yang pernah diterapkan dalam sejarah Islam, yaitu[8] :
¨     Metode Misahah, yaitu metode penetapan pajak berdasarkan ukuran tanah. Metode              ini merupakan fixed-tax. Metode ini terlepas apakah tanah ini ditanami atau tidaknya,          selama tanah tersebut memang bisa ditanami.
     Metode ini merupakan masukan dari sahabat. Metode ini diterapkan pertama kali pada masa Khalifah Umar ibn Al-Khattab berdasarkan masukan para sahabat yang melakukan survey. Pada masa ini pajak berbeda-beda tiap tahunnya.
¨     Metode Penetapan, yaitu metode penetapan pajak berdasarkan ukuran tanah yang     ditanami saja. Dalam objek ini tanah subur yang tidak ditanami juga termasuk   kedalam penilaian objek pajak.
     Metode ini juga pernah diterapkan pada masa Khalifah Umar. Dimana penggenaan pajak dengan menggunakan metode ini hanya dilakukan kepada wilayah tertentu saja.
¨     Metode Musaqah, yaitu metode penetapan kharaj berdasarkan presentase dari           produksi (proportional tax). Dalam metode ini, pajak dipungut setelah tanaman     mengalami masa panen.
     Metode ini pertama kali diterapkan pada masa Dinasti Abbasiyah, khususnya pada
     masa pemerintahan Al-Mahdi dan Harun ar-Rasyid.
Perbedaan keterangan pajak Al-mawardi dengan Abu Yusuf, yakni terdapat pada :
            Abu yusuf lebih menjelaskan dalam kitabnya Al-Kharaj tentang bagaimana pembagian pajak kepada non muslim berdasarkan tanah-tanahnya. Tetapi kalau Al-Mawardi lebih menjelaskan tentang pajak tanah yang subur dan ditanami.

3.      Baitul Mal
Administrasi Negara terbagi menjadi 4 bagian[9] :
¨     Bagian yang mengurusi data diri tentara dan besaran gajinya,
¨     Bagian pencatatan wilayah-wilayah yang berada dalam kekuasaan negara Islam;
¨     Bagian pencatatan pegawai negara;
¨     Bagian pencatatan Baitul-Maal
            Baitul Mal didirikan adalah untuk menyimpan pendapatan negara.  Baitul Mal ini didirikan disetiap daerah, guna untuk memudahkaSn menghimpun dana masyarakat. Berkaitan dengan pembelanjaan negara Al-Mawardi menegaskan bahwa jika dana pada pos tertentu tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan yang direncanakannya, pemerintah dapat meminjam uang belanja tersebut dari pos yang lain[10].
             Al-Mawardi menyatakan bahwa untuk menjamin pendistribusian harta Baitul Mal berjalan lancar dan tepat sasaran, negara harus memberdayakan Dewan Hisbah semaksimal mungkinn. Dalam hal ini, salah satu fungsi mustasib adalah memperhatikan kebutuhan publik serta merekomendasikan pengadaan proyek kesejahteraan bagi masyarakat umum .
            Al-Mawardi menegaskan tanggung jawab Baitul Mal adalah untuk memenuhi kebutuhan publik. Ia mengklasifikasikan berbagai tanggung jawab Baitul Mal ke dalam dua hal,yaitu:
¨       Tanggung Jawab yang timbul dari berbagai harta benda yang disimpan di Baitul Mal sebagai amanah untuk didistribusikan kepada mereka yang berhak
¨       Tanggung Jawab yang timbul seiring dengan adanya pendapatan yang menjadi aset kekayaan Baitul Mal itu sendiri. Tanggung jawab ini terkait dengan pendapatan negara yang berasal dari fai. Tanggung jawab ini juga dibagi menjadi dua oleh Al-Mawardi diantaranya, yaitu :
o   Tanggung jawab yang timbul sebagai pengganti atas nilai yang diterima (badal), seperti untuk pembayaran gaji para tentara dan biaya pengadaan senjata.
o   Tanggung jawab ini muncul melalui bantuan dan kepentingan umum.
4.      Zakat
            Pendistribusian zakat menurut Al-Mawardi yaitu pendistribusian zakat merupakan kewajiban negara untuk mendistribusikannya kepada orang-orang fakir dan miskin hanya pada sekedar untuk membebaskan mereka dari kemiskinan.
            Menurut Al-Mawardi zakat harus di distribusikan di wilayah tempat yang diambil, jika hendak mengalihkan zakatnya ke wilayah lain  maka dengan syarat golongan mustahik zakat di wilayah tersebut telah menerimanya secara memadai. Kalau terdapat surplus maka wilayah yang berhak menerimanya adalab wilayah yang dekat dengan tempat yang di ambil[11].
            Zakat bukan hanya memiliki kekuatan politik saja, tapi zakat merupakan suatu kewajiban yang sudah ada aturannya dari Allah. Zakat yang paling utama adalah yang berkaitan dengan harta benda yang dapat tersembunyi dengan mudah. Zakat wajib hukumnya bagi harta yang terlihat.  Menurut Al-Mawardi masyarakat bebas menjalankan kewajibannya terhadap harta yang tersembunyi.
Berikut adalah kalimat petikan dari Al-Mawardi[12] : ini terdapat dalam kitab Al-Ahkam as-Sulthaniyyah.
            Kekayaan  yang dikenai zakat terdiri dari dua jenis : yang nyata (zahirah) dan yang tersembunyi (batihah). [Kekayaan] yang nyata adalah yang tidak dapat disembunyikan seperti tanaman, buah, dan hewan ternak. [kekayaan] yang tersembunyi adalah yang dapat disembunikan seperti emas, perak, dan keuntungan dagang. Pengurus zakat (wali al-sadaqat) diarang menarik zakat dari kekayaan tersembunyi, karena pemilik kekayaan jenis ini lebih berkuasa atasnya daripada pengurus zakat. Pengurus zakat hanya boleh menerima zakat tersebut jika si pemilik memberikannya secara sukarela. Dalam hal ini pengurus zakat sebenarnya hanya membantu menyalurkan zakat tersebut. Penarikan zakat hanya berlaku atas kekayaan nyata. Pemilik kekayaan wajib membayarkan zakat kepada pemerintah.”
            Pendapat ini sama dengan ulama Abu Ya’ka al-Farra’, ia juga mempunyai karya yang berjudul sama dengan Al-Mawardi yaitu Al-Ahkam as-Sulhtaniyya.

5.      Ghanimah
Ghanimah adalah harta yang diambil melalui peperangan. Adapun Imam Al-Mawardi menjelaskan bahwa ghanimah itu ada empat macam yaitu[13] :
§      Harta,
§      Tanah,
§      Tawanan perang (أسرى),
          Untuk tawanan perang, para ulama telah sepakat bahwa hal tersebut diserahkan kepada kebijakan – yang memberikan kemaslahatan pada kaum muslimin – Imam atau orang yang diberikan wewenang untuk memimpin jihad apabila tawanan tersebut tetap dalam kekafirannya. Syafi’I menyebutkan kebijakan itu adalah 1) dibunuh, 2) dijadikan hamba sahaya, 3) ditebus atau pertukaran tawanan dan 4) diberikan amnesty. Sedangkan Malik memberikan kebijakan yaitu dibunuh, dijadikan hamba sahaya dan pertukaran tawanan. Adapun Abu Hanifah mengatakan bahwa kebijakan tersebut hanyalah dibunuh atau dijadikan hamba sahaya
§      Tawanan anak-anak atau wanita (السبي). Tawanan anak-anak dan wanita tidak boleh dibunuh jika mereka termasuk ahlul kitab. Sedangkan selain ahlul kitab, Syafi’I berpendapat jika menolak masuk Islam maka dibunuh, sedangkan Abu Hanifah berpendapat dijadikan hamba sahaya dan saat dijadikan hamba sahaya, seorang ibu tidak boleh dipisahkan dari anaknya yang masih kecil




III.             Penutup
Kesimpulan

                              Ulama penganut mazhab Syafi’i bernama lengkap Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al-Mawardi Al-Basri Al-syafi’i lahir di kota Basrah pada tahun 364 H (974M).
Dalam pemikirannya ia menghasilkan tiga buah karya  yaitu, Kitab Adab ad-Dunya qa ad-Din, al-Hawi dan al-ahkam as-Sulthaniyah. Dalam Kitab Adab Ad-Dunya Wa Ad-Din, ia memaparkan tentang perilaku ekonomi seorang muslim serta empat jenis mata pencaharian utama, yaitu pertanian, peternakan, perdagangan dan industri. Dalam kitab al-Hawi, di salah satu bagiannya, Al-Mawardi secara khusus membahas tentang mudharabah dalam pandangan berbagai mazhab. Dalam kitab Al-Ahkan As-Sulthaniyyah, ia banyak menguraikan tentang sistem pemerintahan dan administrasi negara Islam, seperti hak dan kewajiban penguasa terhadap rakyatnya, berbagai lembaga negara, penerimaan dan pengeluaran negara serta institusi hisbah.
Dalam kitab Al-Ahkan As-Sulthaniyyah, Ia menjelaskan pada bab 11,12 dan 13 menjelaskan tentang sedekah, harta fai, dan ghanimah serta harta jizyah dan kharaj. Al-Mawardi terkenal dengan sistem perpajakan tanah yang ia jabarkan pada kitab ini.

































Daftar Pustaka

§      Adi Warman Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2008

§      Azfarinaz Amran, Ilmuan Islam Al-Mawardi :  Scribd , Newspaper .  hal. 3

§      materi presentasi sarah, muthi dan suriani manajemen perbankan syari’ah. dosen pengampu Bapak Aziz Budi setiawan


§      Muhammad Syafi’ie WS, Pemikiran Politik Al-Mawardi :by Scribd jurnal ilmiah  di publish oleh AnneDee AnggeRiati



§      http://kajianekonommuslim.blogspot.com/2014/01/anfal-ghanimah-fai-dan-khumus.html


[1] Adi Warman Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2008
[2] ibid
[3] Adi Warman Karim. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2008
[4] Azfarinaz Amran, Ilmuan Islam Al-Mawardi :  Scribd , Newspaper .  hal. 3
[5] Ibid
[6] ibid
[7] materi presentasi sarah, muthi dan suriani manajemen perbankan syari’ah. dosen pengampu Bapak Aziz Budi setiawan
[8] ibid
[9]Muhammad Syafi’ie WS, Pemikiran Politik Al-Mawardi :by Scribd jurnal ilmiah  di publish oleh AnneDee AnggeRiati
[10] Ibid
[11] Ibid
[12] http://imz.or.id/new/uploads/2011/10/Zakat-Sebagai-Lembaga-Keuangan-Publik-Khusus.pdf
[13] http://kajianekonommuslim.blogspot.com/2014/01/anfal-ghanimah-fai-dan-khumus.html

- Copyright © Gelas Kaca - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -