Archive for 2017-03-12

Cintai Aku Sehari Saja

pintaku sederhana saja .
cintai aku sehari saja .
hari ini cintai aku sepenuh hati .
jika cintamu esok masih berkelanjutan dan membuatmu bahagia ..
teruskanlah …
namun jika itu sebaliknya
berpaling dan berhentilah .
cukup hari ini saja kau mencintaiku .

setidaknya
aku bahagia
karena telah merasakan cintamu sepenuhnua
walau hanya sehari saja ..

Bekasi,
GelasKaca

Dibodohi Rasa

Rasa ini membodohiku
Dunia khayalan mencaci aku
Menertawaiku saat sedang terbang bersamamu
Memeluk dan menggigit bibirmu
Aku terkurung dalam penjara rasa
Menatapmu saJa aku tak berani
Lalu, bagaimana mungkin khayyalanku nyata
Dan lagi aku dibodohi oleh rasa...

Depok,
GelasKaca

TERJEBAK DONGENG

kau dan aku
kita adalah sepasang tokoh yang terjebak dalam dongeng
bumi dan langit diciptakan terpisah
air dan minyak mustahil bisa menyatu
kancil selalu saja menjadi tokoh tercerdik
mengelabuhi setiap kawan
dongeng-dongeng tua tampak tak dijamah oleh tangan-tangan masa kini
lalu bagaimana cara kita keluar dari negeri ini?
para pahlawan telah gugur ditelan masa
pada siapa lagi kita harus mengadu
dongeng dongeng tua itu terlupakan
terjerat dan terjebak di negeri ini tak selamanya menyenangkan


Jakarta,
GelasKaca

Jangan Panggil RANI


ia tampak tak waras seketika wajahnya basah di guyur hujan dari bola matanya
kekasihnya pergi dipeluk  manusia berparas menawan
tak perlu sangsi untuk sebuah pengharapan semua akan indah dibalik rahasia rahasia NYA
tapi dia RANI masih menangis dan terseduh dibawah payung teduh
sadarkan ia bahwa yang ia tangisi tak layak untuk ditangisi
Jangan panggil RANI sebab ia menangisi luka yang tak basah

Bekasi
GelasKaca

Duka

dalam diamnya bumi
menyimpan amarah yang teramat
alam bergerak serasa murka menerpa
meski tak berguncang
namun menyemburkan isinya
.
para penghuni tampak kepusingan
kewalahan meratapi amarah si bumi
.
mata ini masih bengkak kawan.
sisa tangisan kemarin
puing-puing derita masih tergelincir
disepanjang jalan
jeritan-jeritan para balita dan lansia
masih nyaring ditelinga
.
tak hentinya kau goreskan duka
.
penguasa
dan jelata
saling mencibir

Jakarta, 
GelasKaca

Plastik Sampah

 Sampah Plastik
pembungkus segala bungkus
penutup segala tutup.
.
ku sebutkan satu per satu
takkan sanggup kalian mendengarnya
hingga mentari berputar putar di bumi
.
pembungkus segala bungkuss
bungkus... bungkus
tutup...tutup...tutup!!!!.
sampah itu dengan plastik
hingga plastik jadi sampah


Jakarta,
GelasKaca

Pertemuan

>Jarak
Berhasil jua
Di gunting kopi
.
Malam melarut
Tak pedulikan
.
Rindu menggerat
Semakin berat
.
Dua tubuh
Dalam ruang tanpa batas
.
Membebas
Dipeluk
Kelam
.
Teraduk dalam
Dua cangkir kopi hitam
.
Duduk bersanding
Di tepian jalan
.
Menjerit melepas tawa
Tanpa peduli
Kelelawar bertebaran
.
Jakarta,
GelasKaca

DAGING

DAGING


Angkasa luas inilah yang menggelembungkan balon di kepalaku.
Bongkahan planet melayang, seperti gumpalan dada yang mengerang.
''Siapa Anda? Punyakah Anda secebis kisah tentang dunia? Tolong.''

Tidak.
Tak ada kisah tentang dunia.
Kecuali dongeng, semacam konon, yang diterbangkan oleh sepotong daging di jagat raya.
''Ini bulan, kuserpih dari seratku yang malam.
Ini matahari, kubeset dari kulitku yang siang.
Pada keduanya ada gerhana, tempat kau berpikir tentang tiada.''

Tentang tiada?

''Aku manusia! Diriku lahir karena ada. Siapa Anda?
Takkan aku bertanya kalau di mataku Anda tiada.
Takkan aku berkata kalau gugus galaksi gelap saja.
Takkan aku berpikir kalau semuanya sia-sia.
Siapa Anda?''

''Sudah mereka katakan aku cuma dongeng.
Sudah mereka katakan aku cuma konon.
Tapi aku daging. Daging, yang setiap hari engkau telan engkau muntahkan...''






Payakumbuh, 1997
Gustf 

SI BISU,SI LUPA

SI BISU, SI LUPA

         Letih mengembara, capek berkelana, akhirnya ia putuskan
jadi Si Bisu. Ketika itulah ia tahu: Tiap kali bicara, sebenarnya
mengurangi hidupnya. Maka mulailah ia tinggal dalam pikiran;
dalam kenangan. Menciptakan dunia sendiri, seperti musik
dibuntal melodi, melengkung-ngambang dalam ruangan

segala dekat dalam jangkauan.

         Capek mengembara, puas berkelana, akhirnya ia putuskan
jadi Si Lupa. Barulah ia tahu: Tiap kali mengenang, sebenarnya
getar riang kian berkurang. Maka mulailah ia tinggal dalam alpa;
dalam lupa. Menciptakan dunia kedua, seakan hidup kemarin

tak pernah ada. Dan ia mengulang, mengulang lagi kehadirannya.


Payakumbuh, 1997
Gus Tf 

USIA

USIA


maka tertahan aku: di bandul jam. Semua getar
melamban jadi gema. “Siapa
yang memecah kulit, keluar dari cangkangnya?”

dan kulihat engkau, tapi tak ada. Seperti bunga
dipindahkan: dari tangkai ke jambangan. Bagaimana
mungkin, kehilangan datang menaklukkan keberadaan?

dan aku meronta, mengerang dari dada. Secabik serat
melenguh: mengiris ruang dalam diriku. O, bagaimana
mungkin, masa depan menyurut, mengekal masa lalu?

maka tertahan aku: di bandul jam. Semua getar
melamban jadi gema. “Siapa
yang mengupas kulit, kelucas dari keriputnya?”


Payakumbuh, 1996
Gus Tf 

PENDATANG

 PENDATANG

 
         Nanti, ketika aku pergi, akan tiba pendatang lain
dengan kalimat lain. Mungkin mereka jelaskan, segenap
misteri kehidupan; tetapi tidak tentang mereka sendiri. Selalu,
kata mereka, “Ada lampu. Tapi bukan buat disuluh dalam diri.”

         Namun, karena bertetangga, kau senantiasa terus tergoda
untuk tahu tentang mereka. Ada kalanya lupa, tetapi lebih sering
kau saling suruh berbaku-hasut mendesak mereka. Sampai suatu ketika
mereka berkata, “Ada mitos. Tapi semua cuma dongeng tak berguna.”

         Besoknya, terkejut, kausaksikan semua: puing-puing hangus,
tubuh-tubuh gosong, rumah-rumah rata. Di tengah sangit udara, kau
tiba-tiba ingat kejadian semalam, dan berkata, “Lampu itu! Ada nyala
di dada mereka!” semua pun lalu menangis. Menangis, sejadi-jadinya.


Payakumbuh, 1999
Gus Tf 

Hal Tak Penting

Hal Tak Penting

Kami tidur setiap malam seperti kami bangun setiap pagi.
Apa yang bisa kami makan hari ini?
Kentang, tomat, daging, kiriman roti dari Bakery.
Semur, opor, sup, sangat cocok dengan nasi.
Ada juga keripik ikan pari, cemilan kami setiap kali duduk di depan televisi.

Kami duduk di depan televisi seperti kami duduk di depan kerabat.
Lihat.
Leher koyak, kepala somplak, di kaki meja tergeletak sepotong kapak.
Adakah ia kapak yang kemarin kami pinjam dari tetangga?
Darah mengalir, menetes ke cangkir, memadat mengental
seperti agar-agar.
Lihat. Ia mengiris, dan mencowelnya, seperti kami mengiris dan mencowel mentega.
Ia menjilat, dan mengulumnya, seperti kami menjilat dan mengulum gula-gula.
Adakah ia memang rasakan betapa legitnya?
Adakah ia memang kerabat --bagian dari kami juga?
Kami tertawa-tawa.
Tergeli-geli seperti bukan dengan televisi.

Tapi selalu, setiap senja, seorang lelaki turun dari taman kota.
Dari pintu pagar, ia berteriak, ''Tidakkah mengherankan bahwa kita hidup?''

Sungguh tak penting.
Ia manusia.
Si gila.
Berita sore yang kami nanti: Seberapa banyak saham kami naik hari ini?

Payakumbuh, 1997
Gus tf 

 

- Copyright © Gelas Kaca - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -