Archive for 2015-12-27
Teori Kekhalifahan
Semenjak Irak, Iran, Suriah, dan Kaukasus berada disatu penguasa dan telah menganut Islam. Romawi Timur kehilangan sebagian besar sumber daya manusia dan produk pertanian mereka. Pendudukan Manzikert juga memicu terjadinya perang salib pertama. Dibawah pemerintahan Bani Saljuk pemerintahan Islam memasuki fase baru. Satu pola baru politik keagamaan muncul sistem perasilan Islam diatur oleh para ulama yang berperan sebagai hakim, sementara kekuatan militer menjadi basis keteraturan sosial dan otoritas politik yang sah.
Sebuah
strategi politik keagamaan yang bercakupan luas dimasukan ke dalam sistem hukum
dan peraturan yang dijalankan oleh rezim-rezim penguasa. Kaum Sunni mengembangkan
strategi pemisahan radikal antara otoritas agama dan otoritas politik. Gerakan
Sunni bergerak seperti kekuatan politik Syiah muncul sebagai satu kekuatan yang dirancang rapi untuk bertahan
dari kerancuan sisem politik kekhalifahan. Ketika Dinasti Buwaihhi menurun,
sebuah kbijakan restorasi Sunni yang lebih agresif dijalankan dibawah
kepemimpinan gabungan antara para cendekiawan urbah dan dua khalifah yang
kuat., yaitu al-Qadir dan al-Qa’im. Mereka melarang pembahasan tentang Syiah.
Pemusnahan
kekuatan politik-militer Abbasiyah yang telah dilakuakan semakin mempermudah
tugas kalangan apologis Sunni. Ibn
Hanba; sendiri, di luar pandangan minimalisnya terhadap politik dan
rasionalitas, menegaskan bahwa setiap orang harus tunduk kepada Imam. Syariat
menetapkan berbagai fungsi sosial-politik penting yang hanya da[at dilaksanakan
oleh Imam-khalifah yang meliputi pelaksanaan berbagai ketetapan hukum. Para
fukaha merundingkan cara penetapan khalifah, sekaligus dasar untuk membatalkan
kekuasaannya. Pengangkatan bisa dilakukan melalui penunjukan yang disertai
perjanjian. Karakteristik kaum Sunni adalh bahwa tak ada prosedur baku untuk
memecat khalifah.
Al-Mawardi
merupajan seorang ahli hukum reformis, yang punya obsesi untuk
mengadaptasikan syariat sesuai dengan
keadaan masyarakat.Menurut Al-Mawardi, sumber-sumber keteraturan sosial adalah:
1) Sebuah agama yang mapan, yang dapat mengatur nafsu manusia dengan benar,
2)
Seorang penguasa yang kuat tifak akrena agamanya , kecuali jika mereka dipaksa
untuk menjadi seorang yang kuat.
3) Keadilan untuk menjamin terjaganya hubungan
cinta dan ketundukan yang saling menguntungkan antara rakyat dan penguasa.
4)
Hukum dan tata tertib yang menghasilkan rasa aman.
5) Kemakmuran ekonomi.
6)
Harapan akan terpeliharanya aktivitas produksi.
Ibnu
Taimiyah menghabiskan hidupnya sebagai kritikus agama di wilayah Mamluk di
Mesir dan Suriah. Tujuan Ibnu Taimiyah
adalah membangun pemerintahan yang
berdasaekan syariat. Menurutnya maasalah yang dihadapi oleh oleh pemimpin
adalah pemimpin berfikir bahwa mereka dapat mencapai tujuan marteri melalui
kekuatan, ambisi dan kepentingan pribadi, sementara masyarkat religious
berfikir bahwa mereka dapat mencapai tujuan spiritual semata-mata dengan
kesalehan. Menurut Ibn Taimiyah agama
tidak dapat diamalkan tanpa kekuasaan politik. Jabatan dan aktivitas
politik termasuk kedalam kategori amanat.
Tujuan
dari semua tugas public adalah mewujudkan kesejahteraan material dan spiritual
manusia tergantung kepada postulat hishbah.
Karena itu memerintahkan kepada
kebaikan merupakan tujuan tertinggi dari tugas public. Tidak ada pemerintah
yang dapat mencapainya tanpa mematuhi norma-norma Islam. Sebaliknya,
memerintahkan kepada kebaikan dan melarang kemungkaran tidak efektif tanpa dukungan
kekuatan politik.
Kepemimpinan
adalah fungsi khusus yang membutuhkan otoritas, kerajaan, dan kekuatan yang
berkuasa. Ketergantungan penguasa yang sah pada pemenuhan tanggung jwab
dinyatakan dengan tegas dalam doktrin Alquran tentang perwalian mereka yang
diamanati dengan kekuasaan merupakan wali, wakil, dan agen otoritas. Otoritas
pemimpin sesungguhnya berasal dari tuhan. Ibnu Taimiyah membolehkan penguasa
untuk menerapkan hukuman terhadap sesuatu urusan yang belum ditetapan oleh
syariat.
Fakta-fakta
sosial yang dominan. Salah sati reformasi yang diusulkan oleh Ibn Taimiyah
adalah agar ulama meninggalkan pengasingan mereka dari politik. Dalam pemikiran
politik Islam, kewajiban menasehati seperti itu nyaris seperti pengawasan dan
pengujian konstitusional terhadap kebijakan yang dijalankan penguasa. Syariat
lebih lunak ketika mepertimbangkan adat yang berlaku, dan mempersatukan adat
saat ini dengan prisip-prinsip umum syariat.
1) menerapkan ijtihad dalam persoalan politik.
2) Menggunakan kriteria
syariat tentang kemaslahatan umum secara liberal. Ketegasan sikap merupakan sikap kontribusi
terhadap pemerintahan.