Archive for 2018-12-09
Kembalinya Surau Tua
Kembalinya Surau Tua
Oleh: Rani Haulya
Oleh: Rani Haulya
Di tempatku surau hanya menjadi bangunan tua dan rumah singgah para nelayan ketika
telah pulang melaut. Bangunan kecil yang hampir berumur se-abad itu makin hari makin tak
terurus. Dinding-dinding kayu yang mulai rapuh dan atap yang terbuat dari seng itu mulai bocor
sehingga ketika hujan turun rintiknya membasahi sajadah panjang yang ada di dalamnya. Begitu
juga ketika panas datang terik matahari memancarkan sinarnya hingga masuk ke surau. Hanya
beberapa sudut dan tiang saja yang masih bagus di surau itu. Mungkin karena kayu yang di
gunakan untuk membangun mesjid itu adalah kayu yang terkenal sangat kuat dan tahan lama.
Seluruh warga di desaku sudah tidak peduli dengan surau penuh sejarah peninggalan
nenek moyang. Bangunan kecil itu tidak tampak seperti surau-surau biasanya. Ia lebih tampak
seperti gubuk untuk persinggahan para nelayan. Memang di desaku ini pengetahuan warga
tentang agama masih sangat minim apalagi perhatiannya terhadap tempat ibadah. Ulama-ulama
banyak yang sudah tua sehingga tidak sanggup lagi untuk membersihkan tempat ibadah yang
satu ini. Selain karena usianya yang sudah terlalu tua juga karena nelayan-nelayan yang singgah
ke surau itu tidak memperhatikan kebersihannya. Tidak sedikit dari mereka yang sepulang dari
melaut hanya membersihkan badan sekedarnya kemudian datang ke surau untuk beristirahat.
Surau telah berubah fungsi dari tempat ibadah menjadi tempat singgah.
Hingga pada suatu hari ketika pak Malin pulang melaut. Setelah menepikan perahunya ia
singgah di surau dan sejenak membaringkan diri di sajadah panjang yang sudah usang itu. Ia
merasa ada yang berbeda dengan sajadah itu. Hari ini sajadah nampak sedikit lebih bersih dari
biasanya. Kemudian ia terduduk dan memperhatikan setiap sudut di surau itu. Ia melihat surau
ini tidak seperti biasanya. Seperti ada seseorang yang membersihkannya. Pak Malin akhirnya
memutuskan untuk mengelilingi setiap sudut surau itu. Ia melihat tidak ada seorangpun yang
berada di area surau tua itu. Ia perhatikan dari kejauhan memang ada beberapa orang nelayan
yang sedang menepikan perahunya. Tetapi pak Malin menggelengkan kepalanya ketika melihat
para nelayan lainnya. Seakan mengatakan bahwa tidak mungkin mereka yang melakukannya.
Setelah berkeliling hampir beberapa kali Ia tetap tidak menemukan tanda-tanda bahwa
ada seseorang yang datang untuk membersihkan surau ini. Akhirnya pak Malin memutuskan
untuk pulang dan menceritakan tentang surau tua itu kepada istrinya.
“Lalu menurutmu siapakah yang telah membersihkan surau tua itu?”
“Nelayan yang datang lebih awal dari bapak.”
“Tidak, aku lebih dulu datang dari pada yang lainnya.”
“yakin?
“Yakin.! Dengan wajah penuh percaya diri pak Malin meyakinkan istrinya bahwa ia
nelayan pertama yang sampai di lebih dulu di pantai di bandingkan yang lainnya.
Setelah itu pak Malin membaringkan badan ke tempat tidurnya. Ia masih penasaran
mencoba menerka siapa yang telah berbaik hati untuk membersihkan surau tua yang sudah mulai
lapuk dan sangat kotor itu. Kawan-kawannya para nelayan tidak mungkin mau membersihkan
surau itu. Pak Malin terus menerka hingga ia terlelap.
Keesokan harinya saat hendak melaut pak Malin singgah ke surau tua untuk melihat
keadaan surau. Saat ia melangkah kaki ke surau ia terkejut melihat surau semakin bersih dan
sajadah panjang tempat nelayan membaringkan badannya sangat bersih dan wangi. Sepertinya
sajadah ini baru di cuci oleh seseorang. Tanpa berpikir panjang pak Malin langsung mengeliligi
surau. Ia tidak melihat ada seorang pun yang berada di sekitar surau itu. Bahkan tidak ada jejak
seseorang pun yang membekas di sekitarnya. Tidak lama setelah berkeliling di surau pak Malin
di kagetkan dengan kedatangan lima orang rekannya.
“Apa ada yang hilang pak? Tanya salah seorang dari nelayan tersebut
“Lihat yang terjadi disini.semuanya bersih. Pak Malin yang membersihkannya? Dengan
wajah penuh tanda tanya pak Angku menatap ke arah pak Malin
“Bukan. Saya sedang mencari seseorang yang telah membersihkan surau tua ini. Apa
bapak-bapak tidak melihatnya juga?”
“kami baru datang dan baru tau bagaimana kondisi surau ini pak, mana mungkin kami
melihat ataupun mengetahui siapa yang telah berjasa membersihkan surau tua ini.
“Sudah terlalu siang, mari kita berangkat melaut, nanti keduluan angin yang bawa ikan-
ikan kita. Nanti saja kita pikirkan siapa yang membersihkan surau ini . Bukankah lebih bagus
kalau surau ini bersih dan kembali hidup seperti dulu.” Ucap pak Nandi yang merupakan ketua
nelayan.
Semua nelayan pergi meninggalkan surau. Pak Malin yang masih penasaran itu juga ikut
berlalu meninggalkan surau. Walau sejuta tanya menyelimuti kepalanya. Karena selama ini tidak
ada seorangpun di desa kami yang peduli terhadap tempat ibadah yang satu ini karena sudah
sangat tua dan dinding-dindingnya yang mulai lapuk. Bangunan ini lebih cocok di jadikan
sebagai tempat singgah bukan surau karena sudah beberapa bulan tidak ada yang
mengumandangkan azan dan sholat berjamaah di dalamnya.
Saat sore hari ketika matahari mulai kembali ke peraduannya. Beberapa nelayan kembali
ke darat menepikan perahu dan menjual ikan-ikan hasil tangkapan mereka. Setelah itu mereka
berbaring sejenak sambio berbincang-bincang di surau tua.
“Sepertinya laut mulai bosan dengan kita, tangkapan ikan semakin hari semakin sedikit.
Apa kita dikutuk laut?” Ujar pak Nandi
“hahaha. ada-ada saja pak Malin mana mungkin laut bisa mengutuk yang bisa mengutuk
kita hanya Tuhan. Lihat saja surau tua ini. Tiba-tiba menjadi bersih dan kita tidak mengetahui
siapa yang telah membersihkan surau ini. Saya tidak melihat adanya tanda-tanda seseorang
membersihkannnya.”Jawab pak Malin
“Mungkin saja seseorang yang telah membersihkannya. Sseorang yang berbaik hati
membersihkan tempat peristirahatan kita ini.” Sahut pak Nandi
“Siapa dia? Apa anda mengetahuinya pak?”
“Tentu saja saya tidak tau pak Malin, dari pada kita pusing memikirkan siapa yang telah
berbaik hati membersihkan tempat ini lebih baik kita minum tuak saja ke warung sambil
berkumpul dengan nelayan lainnya sekedar untuk menghilangkan rasa penat akibat hasil
tangkapan yang sangat sedikit.
Selain beristirahat di surau tua, kebiasaan lain para nelayan ketika hasil tangkapannya
sedikit biasanya mereka meminum tuak di warung sebelah surau tua itu. Tuak, surau dan pak
Nandi seperti satu tubuh yang tidak bisa dipisahkan lagi. Jika pak Malin memilih pulang ke
rumah setelah selesai membaringkan badan di sajadah panjang surau tua lain halnya dengan pak
Nandi. Setelah membaringkan badannya di surau tua Ia langsung ke warung sebelah surau untuk
berbincang-bincang dengan warga. Ia akan pulang setelah warung sepi dan warga telah kembali
ke rumah masing-masing.
###
Ketika subuh datang seluruh warga di kagetkan dengan adanya suara azan yang berasal
dari surau tua itu. Tidak ada warga yang berani keluar untuk memastikan siapa yang telah
mengumandangkan azan. Warga mengira itu adalah suara azan arwah orang-orang yang dulunya
setia menghuni surau itu. Karena seperti yang telah diketahui di surau tidak ada alat pengeras
suara hanya ada tiga lampu pijar dimana dua lampu di dalam surau dan satu lampu di
halamannya.
Pak Malin yang terkejut mendengar suara azan itu langsung keluar dari rumahnya dan
berjalan menuju surau. Ia yakin bahwa yang azan itu adalah orang yang sama dengan orang yang
membersihkan surau.
Sesampainya di surau pak Malin melihat lampu-lampu surau terang dan sebuah microfon
terletak di depan sajadah. Ia mencoba memanggil-manggil siapa yang ada di dalam surau itu.
Hasilnya nihil ia tetap saja tidak menemukan siapapun dalam surau. Akhirnya pak Malin
memutuskan untuk melaksanakan sholat subuh di surau. Ini pertama kalinya pak Malin
melaksanakan solat di surau tua setelah hampir setahun surau ini tidak ada yang mendatanginya
untuk beribadah.
Pak Malin berada di surau itu hingga para nelayan keluar untuk melaut. Ia seperti
menemukan sebuah rumah baru yang meyejukkan jiwa. Pak Malin hanyut dalam zikirnya.
Sementara para warga yang penasaran langsung mendatangi surau itu dan menyangka bahwa
yang mengumandangkan azan subuh adalah pak Malin.
“Wah, pak Malin rupanya yang tadi pagi bikin geger kampung.” Ucap pak Nandi
“Ada-ada saja pak Nandi, jelas bukan saya yang mengumandangkan azan subuh. Saya
datang ketika azan telah selesai dan menemukan sebuah microfon di depan sajadah.”
“Lalu kalau bukan anda siapa lagi?”
“Itu yang perlu kita selidiki. Siapa yang tengah berusaha mengembalikan surau tua ini.”
Ketika mendengar ucapan pak Malin bahwa bukan dia yang mengumandangkan azan
subuh tadi pagi. Seluruh warga panik dan menduga bahwa yang mengumandangkan azan adalah
arwah dari moyang mereka yang dulunya adalah penghuni surau itu. Warga menganggap
kutukan sedang menghampiri desa mereka karena hasil laut semakin hari semakin menyusut.
“Desa kita telah dikutuk.” Celetuk pak Nandi sambil melepaskan ikatan perahunya dan
pergi melaut lalu diikuti oleh para nelayan lainnya.
Siang itu seluruh warga sibuk membicarakan tentang azan subuh yang misterius dan
surau tua yang kembali bersih.
###
Saat senja datang para nelayan kembali ke darat. Kali ini tidak ada yang datang ke surau
tua untuk beristirahat kecuali pak Nandi dan pak Malin.
“Menurut anda siapa yang telah membuat ulah di kampung kita ini?” ucap pak Malin
“Desa kita telah dikutuk.” Lagi-lagi pak Nandi menggeluarkan kata-kata itu dari
mulutnya
“Siapa yang telah mengutuk desa ini?”
“Laut!”
“Kenapa?”
“Penghiatan.”
“Kenapa?” ulang pak Malin yang kebingungan mendengar jawaban pak Nandi
“Penghianatan!”
“Siapa yang telah berkhianat??”
“Manusia.!”
“Saya semakin tidak mengerti anda”
“Mari pulang.!” Jawab pak Nandi singkat
Merekapun berjalan menuju rumah masing-masing. Namun pak Malin masih memikirkan
maksud dari perkataan pak Nandi tadi.
Saat subuh datang suara azan kembali berkumandang di surau tua. Pak Malin dan
beberapa warga lainnya bergegas mendatangi surau tua untuk mengetahui siapa yang telah
mengumandangkan azan dan mengembalikan surau tua. Namun hasilnya tetap sama mereka
tidak menemukan seorangpun berada di sekitar surau. Melainkan sebuah microfon yang
tergeletak di depan sajadah.
Seluruh warga yang datang bersama pak Malin memutuskan untuk melaksanakan sholat
subuh berjamaah di surau tua. Semakin hari jamaah sholat subuh di surau tua semakin ramai
karena mereka penasaran dengan azan subuh yang misterius itu. Surau tua seperti kembali hidup
hanya karena suara azan subuh yang tidak bertuan.
Ketika selesai melaksanakan sholat subuh di surau tua. Pak Malin dan beberapa nelayan
lainnya langsung membuka ikatan perahunya dan melaut lebih awal. Kini tangkapan ikan mereka
sedikit demi sedikit mulai meningkat. Namun anehnya setelah beberapa minggu ini para nelayan
tidak menemukan sosok pak Nandi berada di tengah-tengah mereka. Ia juga tidak terlihat di
warung tempatnya menghilangkan lelah ketika pulang melaut.
Hari ini sebelum waktu subuh masuk pak Malin bergegas ke surau tua. Ia masih
penasaran dengan suara azan misterius itu. Sesampainya di surau ia melihat beberapa orang
warga telah lebih dulu sampai di surau. Mereka juga ingin mengetahui siapa yang telah
mengumandangkan azan subuh. Namun saat mereka beramai-ramai datang tidak ada seorangpun
yang maju untuk mengumandangkan azan. Hingga akhirya beberapa orang warga maju da
menawarkan diri untuk mengumandangkan azan. Dan mereka sholat subuh berjamaah.
Saat hendak melaut pak Malin melihat sosok pak Nandi dari kejauhan tanpa piker
panjang pak Malin langsung menghampirinya.
“Pak Nandi kemana saja, lama tidak terlihat?”
“Saya pamit pak Malin. Kutukan telah hilang.” Ucap pak Nandi sambil melepas ikatan
perahunya dan pergi melaut.
DalamKelam, 2017