Posted by : Gelas Kaca April 01, 2014



MUSAQAH



A.   Latar Belakang
      Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk memenhi kebutuhan hidupnya dan keberlangsungan hidupnya manusia harus berusaha mencari sumber perekonomian.
Dalam kehidupan sosial nabi Muhammad saw mengajarkan kita untuk bermuamalah agar mempererat ukhuwah sesama manusia.

      Musaqoh merupakan bentuk kerjasama mengenai pekerjaan yang menyangkut tentang perkebunan atau lahan yang dimilikui oleh seseorang namun seseorang itu tidak bisa mengelolahnya dengan baik maka untuk pengelolahan kebun itu maka diperlukanlah jasa orang lain untuk mengelolahnya dan hasil dari kebun tersebut akan dibagi sesuai dengan perjanjian diwaktu akad.

    Jika kita lihat pada zaman sekarang ini banyak orang yang mempunyai tanah, kebun pepohonan namun ia tidak bisa mengelohanya dengan baik, maka ada baik ia melakukan atau melaksanakan bentuk kerjasama musaqoh ini.  Dengan tujuan yang baik. dan juga dengan ini ia juga akan mendapatkan keuntungan dari bagi hasil perkebunan tersebut.

B.   Rumusan Masalah
1.      Pengertian Musaqoh
2.      Landasan  hukum musaqoh menurut Islam
3.      Contoh-contoh musaqoh
4.      Hikmah dari adanya akad musaqoh


A.    Pengertian Musaqoh
Ø  Secara Bahasa
Al-Musaqoh berasal dari kata As-Saqa yang artinya mengalirkan diberi nama ini karena dahulunya penduduk Hijaz membutuhkan saqi (penyiraman) dari sumur-sumur. Maka dari itu diberi nama Musaqoh (Penyiraman/ pengairan).[1]

Ø  Menurut Istilah
Musaqah adalah penyerahan pohon tertentu kepada orang yang menyiramnya dan menjanjikannya bila sampai buah pohon masak dia akan diberi imbalam buah dalah jumlah tertentu.[2]

Secara terminologi musaqah didefinisikan oleh para ulama diantaranya yaitu:
1.      Abdurahman al-jaziri, al-musaqah ialah akad untuk pemeliharaan pohon kurma, tanaman (pertanian) dan yang lain dengan syarat-syarat tertentu.
2.      Malikiyah, bahwa Al-Musaqoh ialah sesuatu yang tumbuh. Menurut Malikiyah pohon-pohon yang tumbuh ditanah ada lima macam diantaranya, yaitu:
a)      Pohon-pohon tersebut berakar kuat (tetap) dan pohon tersebut berbuah, buah itu di       petik serta pohon tersebut tetap ada dengan waktu yang lama, seperti pohon anggur dan zaitun.
b)       Pohon-pohon tersebut berakar tetap tetapi tidak berubah, seperti pohon kayu keras, karet dan jati.
c)      Pohon-pohon yang tidak berakar kuat tetapi berbuah dan dapat di petik, seperti padi dan qatsha’ah.
d)      Pohon yang tidak berakar kuat dan tidak ada buahnya yang dapat di petik, tetapi memiliki kembang yang bermanfaat seperti bunga mawar.
e)      Pohon-pohon yang diambil hijau dan basahnya sebagai suatu manfaat, bukan buahnya, seperti tanaman hias yang ditanam dihalaman rumah dan di tempat lainya.

3.      Menurut Syafi’iyah
 أن يعا مل شخص يملك نخلا أو عنبا سخصا أخر على أن يبا شر ثا نيهما النّحل او العنب
بالسّقى والتّر بية والحنظ ونحوذلك وله فى نظير عمله جزاءمعيّن منالثمر الّذى يحرج منه
“Musaqah berarti memberikan pekerjaan orang yang memiliki pohon tamar, dan anggur kepada orang lain untuk kesenangan keduanya dengan menyiram, memelihara, dan menjaganya dan pekerja memperoleh bagian tertentu dari buah yang dihasilkan pohon-pohon tersebut.”

4.      Menurut Wabah Zuhaily
“Musaqah secara fiqih adalah sebuah istilah dari pekerjaan yang berhubungan dengaan pepohonan dengan sebagian yang dihasilkan olehnya, atau perserikatan atas beberapa pohon kepada orang yang menggarapnya dengan ketetapan buah itu milik keduanya”

B.     Hukum Musyaqqah
Dalam penentuan hukum musyaqqah para ulama berbeda pendapat, ada ulama yang membolehkan musaqah dan ada juga ulama yang tidak memperbolehkan musaqah diantaranya adalah:

Ø  Ulama yang memperbolehkan Musaqah
*      Menurut Imam Malik bahwa masaqah dibolehkan untuk semua pohon yang memiliki akar kuat, seperti delima, tin, zaitun dan pohon-pohon yang serupa dengan itu dan dibolehkan pula untuk pohon-pohon yang berakar tidak kuat, seperti semangka, dalam keadaan pemilik tidak lagi memiliki kemampuan untuk menggarapnya.

*      Menurut Madzhab Hambali, musaqah diperbolehkan untuk semua pohon yang buahnya dapat dimakan, dalam kitab al-mughni, Imam malik berkata; musaqah diperbolehkan untuk pohon tadah hujan dan diperbolehkan pula untuk pohon-pohon yang perlu disiram. Menurut Hanafiyah semua pohon yang mempunyai akar ke dasar bumi, dapat di-musaqah-kan, seperti tebu.

*      Hukum al-Musaqah menurut Syaikh Abu Syujak adalah jaiz (boleh). Alasannya seperti apa yang diriwayatkan Imam Muslim daripada Ibn Umar ra, bahwa :[3]
Pernah rasulullah saw memberi (penduduk) Khaibar sebagian daripada apa yang dihasilkan perkebunannya dari buah-buahan dan sayur sayuran.”
           
            Hadits lainnya yang menjadi landasan diperbolehkannya Musaqah:
v  Hadits shahih dari Ibnu Umar r.a yang artinya: “Rasulullah menyerahkan kepada orang-orang Yahudi Khaibar pohon kurma dan tanah khaibar dengan syarat mereka menggarapnya dari harta mereka dan bagi Rasulullah adalah separuh dari buahnya”. (HR. Bukhari-Muslim)

v  Dalam satu riwayat lainnya disebutkan: “Rasulullah SAW. mengadakan transaksi musaqah dengan mereka (Yahudi Khaibar) atas separuh dari hasil tanah dan buah”. (HR. Bukhari-Muslim)

Ø  Ulama yang tidak memperbolehkan musaqah
*      Menurut Abu Hanifah dan orang-orang yang mengikuti pendapatnya , Musaqah itu tidak diperbolehkan sama sekali. Dasarnya ialah bahwa hadits-hadits yang dipakai sebagai hujjah oleh jumhur ulama yang membolehkan, itu bertentangan dengan aturan-aturan pokok, disamping karena hadits tersebut merupakan keputusan terhadap orang-orang yahudi.

*      Abu Hanifah juga berpendapat bahwa bagaimanapun juga hal tersebut tidak dapat dipandang halal, karena ada kemungkinan bentuk pembagian hasil hasil kebun yang populer saat itu mengandung sifat-sifat yang sama sehingga mengganggu hak-hak salah satu dari kedua belah pihak atau mendorong timbulnya perselisihan. Beliau memandang bahwa kejahatan-kejahatan seperti inilah yang membuat sistem tersebut terlarang.
Landasan Hadits yang digunakan oleh Abu Hanifah yaitu:
barangsiapa yang memiliki tanah hendaklah mengelolanya, tidak boleh menyewakannya dengan sepertiga atau seperempat, dan tidak pula dengan memakan yang ditentukan”

C.    Rukun dan Syarat Musaqah:
1.      Kedua belah pihak yang berakad
Adapun syarat-syarat dari orang yang berakad, yaitu:
a.       Baligh
b.      Berakal
2.      Objek akad
Objek yang disyaratkan dalam musaqah ini harus tumbuhan yang memiliki buah ataupun yang bermanfaat, bisa dimakan dan pohonnya memiliki akar. ini tidak berlaku pada sayuran karena sayuran pakai akad ijarah.
3.      Sighat (ijab qabul)
Dalam ijab dan qabul akadnya harus jelas, berapa besar pembagian hasilnya, dan berapa lama batasan waktu Musaqah tersebut berjalan.

D.    Hal-hal yang Membatalkan Akad:
1.      Tenggang waktu perjanjian sudah habis.
2.      Salah satu yang berakad meninggal dunia.
3.      Adanya udzur yang membuat salah satu pihak tidak boleh melanjutkan akad.

E.     Praktik Musaqah Saat Ini:
Contoh konkritnya diperbankan adalah ketika seorang nasabah bekerja sama dengan bank yang mengembangkan dananya melalui sektor riil semacam agrobisnis dan perkebunan. Dalam hal ini, bank mencari seseorang atau beberapa pekerja yang dijadikan sebagai tukang kebun yang bertugas merawat, menjaga, dan yang paling inti adalah menyirami kebun tersebut. Ketika kebun tersebut sudak berbuah, maka bank dan tukang kebun berbagi hasil sesuai dengan prosentase yang sudah ditentukan pada awal akad.



F.     Kesimpulan:
Musaqah adalah suatu bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam pemberian lahan pertanian dengan pembagian hasil dari buah yang dihasilkan dengan tujuan untuk saling memberikan manfaat satu sama lain. Dalam masalah hukum musaqah ini masih terdapat pertentangan.





Daftar Pustaka:

Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islāmiy wa Adillatuhu, juz IV. Suriah: Dār al-Fikr, 1989.
Lks Fiqih Al-Hikmah Sma X-B 2009/2010



[1] Ayo Belajar Fiqih Muamalah, http://echyli2n.blogspot.com/fiqih-muamalah-musaqah
[2] Lks Fiqih Al-Hikmah Sma X-B 2009/2010
[3] Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islāmiy wa Adillatuhu, juz IV. Suriah: Dār al-Fikr, 1989.

- Copyright © Gelas Kaca - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -