- Back to Home »
- Materi Kuliah »
- ayat dan hadist ekonomi tentang mekasnisme pasar
Posted by : Gelas Kaca
May 25, 2014
Ayat dan Hadits Ekonomi
Mekanisme Pasar
Rani Haulya Andri
BAB I
Pendahuluan
Islam adalah
agama yang universal dan memberikan pedoman-pedoman kehidupan melalui Al-Qur’an
dan Hadist. Islam mengatur segala bentuk perilaku manusia sesamanya untuk
memenuhi kehidupannya didunia dan akhirat termasuk didalamnya tentang kaidah
yang mengatur tentang pasar dan mekanismenya.
Sistem ekonomi konvensional berasal dari
pemikiran manusia dan faktor alam. sistem ekonomi konvensional ini pada umumnya
mengajarkan kepada masyarakat tentang bagaimana caranya untuk mengambil
keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memperdulikan cara mengambil baik atau
buruk. Berbeda dengan sistem ekonomi islam, sistem ekonomi islam berasal dari
Al-Qur’an dan Hadist tujuan dari ekonomi ini adalah untuk mencapai falah. Pasar
merupakan aspek utama dalam menjalankan sistem perekonomian.
Pasar adalah tempat bertemunya penjual
dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli barang atau jasa sesuai dengan
harga yang telah disepakati. Adanya
mekanisme pasar itu terbentuk
karena adanya perpaduan antara teori permintaan dan teori penawaran yang
berjalan dengan baik. Dimana di dalam pasar itu harus berjalannya sebuah persaingan sehat antara penjual ,kejujuran dari
penjual dan pembeli, dan penjual juga harus bersifat adil.
Pada zaman Rasulullah SAW mekanisme
pasar sangatlah dihargai dimana tingkat harga pada pasar itu ditentukan oleh
pasar itu sendiri. Para sahabat meminta
beliau untuk membuat kebijakan dalam hal penetapan harga karena sewaktu
itu tiba-tiba harga di pasar naik. Namun
beliau menolaknya karena kenaikan harga itu murni dari kekuatan permintaan dan
penawaran bukan karena adanya kecurangan dalam pasar.
Intervensi pasar hanya boleh
dilakukan jika terjadinya distorsi
yaitu bila terjadi kecurangan-kecurangan
dalam pasar. Kecurangan-kecurangan yang dilakukan dipasar diantaranya adalah
adanya Riba, Gharar, Maysir, Bai’ najashi, Ikhtikar da Tadlis.
Dalam
makalah ini, tim penyusun akan memaparkan tentang mekanisme pasar islami dengan
sub pembahasan harga yang adil di dalam pasar, intervensi pasar, distorsi pasar beserta larangan penimbunan
(ikhtikar). karena makalah ini merupakan bagian dari tugas kuliah ayat dan hadits
ekonomi tentunya makalah ini juga akan membahas tentang ayat dan hadits yang
mendasari teori-teori dalam pasar.
Rumusan Masalah
1. Mekanisme pasar yang islami
2. Bagaimana harga yang adil di dalam
pasar
3. Distorsi pasar
4. Larangan penimbunan dalam pasar (
Ikhtikar )
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ayat Al-Qur’an dan
Hadits ekonomi tentang mekanisme pasar dan mengetahui bagaimana cara islam
mengatur pasar melalui ayat Al-Qur’an dan Hadits.
BAB II
Pembahasan
A.
Islam dan Mekanisme Pasar
Islam
adalah agama yang bersifat universal yang mengatur seluruh aspek kehidupan
manusia bahkan di bidang perekonomian. Sistem ekonomi islam merupakan sebuah
sistem yang menjalankan segala fenomena tentang perilaku pilihan dan
pengambilan keputusan dalam setiap unit ekonomi dengan memasukan tata aturan
syariah sebagai variable independen (ikut mempengaruhi segala pengambilan
keputusan ekonomi).[1]
Pasar
memegang peran yang paling utama dan sangat penting dalam perekonomian. Karena
di pasar inilah tempat berjalannya roda perekonomian dan berlangsungnya jual beli. Pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran
barang dan jasa yang alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia.[2]
Sedangkan yang dimaksud dengan mekanisme pasar adalah terjadinya interaksi
antara permintaan dan penawaran yang akan menentukan tingkat harga tertentu[3].
Adanya interaksi tersebut akan mengakibatkan terjadinya proses transfer barang
dan jasa yang dimiliki oleh setiap objek ekonomi
(konsumen,produsen,pemerintah). Dengan kata lain, adanya transaksi pertukaran
yang kemudian disebut sebagai perdagangan adalah satu syarat utama dari
berjalannya mekanisme pasar.[4]
Sedangkan menurut ekonomi islam, mekanisme pasar adalah suatu sistem pasar yang
didalamnya terdapat rambu-rambu dan aturan main yang diterapkan dalam suatu
pasar dalam upaya menegakkan kepentingan semua pihak. Rambu-rambu dan aturan
tersebut masuk atau terdapat dalam Al-Quran dan Al-Hadish.[5]
Konsep
pertukaran dalam islam adalah suka sama
suka atau rela dengan terjadinya pertukaran tersebut dengan tujuan agar
terhindar dari keharaman jual beli dan tidak ada pihak yang merasa terpaksa
atas transaksi tersebut, Allah SWT berfirman :
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah maha penyayang
kepadamu.” (QS. An-Nisa:29)
Dalam hal harga, para ahli fiqih merumuskan
sebagai the price of equivalent.[6]
Pentingnya pasar tidak hanya dilihat dari kebutuhan fisik luarnya saja atau
terdapatnya kecurangan atau hanya menguntungkan satu pihak, seperti yang
terdapat dalam QS. Al-Baqarah 275.
Artinya :
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata
(berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al
Baqarah: 275)
Islam menegaskan bahwa
di dalam suatu pasar harus berada diatas prinsip persaingan bebas. Namun bukan
berarti kebebasan tersebut berlaku mutlak untuk semua, akan tetapi kebebasan
yang di balut oleh nilai-nilai aturan islam. Islam tidak mengharapkan adanya
intervensi dari pihak manapun, tanpa terkecuali intervensi dari negara dengan
adanya otoritas penentuan harga jual beli di pasar karena pada dasarnya penentu
harga di pasar itu adalah pasar itu sendiri dengan melihat bagaimana pasar itu
berjalan atau Allah SWT.
Pasar dalam islam
mengharuskan adanya moralitas antara lain yaitu : [7]
® Persaingan Yang
Sehat (Fair Play)
® Kejujuran (Honesty )
® Keterbukaan (Transparancy)
® Keadilan (Justice)
Rasulullah
SAW adalah seorang pedagang menjunjung tinggi keadilan dan kejujuran maka dari
itu beliau dijuluki ‘al-amin (yang
dipercaya). Nabi Muhammad SAW mulai belajar menjadi pedagang yaitu pada umur
tujuh tahun, ketika ia diajak oleh pamannya Abu Thalib untuk pergi berdagang ke
negeri syam. Cara berdagang Rasulullah SAW ini seharusnya menjadi contoh bagi
umatnya, dimana kunci utama beliau dalam berdagang adalah jujur dan terbebas
dari unsur-unsur keharaman.
Namun ketika itu bangasa arab merasa aneh dan
merasa bahwa tidak sepantasnya seorang nabi mempunyai aktivitas di pasar,
apalagi untuk berdagang, padahal Allah SWT berfirman :[8]
َقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ
يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ
فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا
Artinya :Dan
mereka berkata, “mengapa Rasul (Muhammad) ini memakan makann dan berjalan di
pasar-pasar? Mengapa malaikat tidak diturunkan kepadanya (agar malaikat) itu
memberikan peringatan bersama dia.
(QS.
Al-Furqon: 7)
وَمَا أَرْسَلْنَا
قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ
وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ ۗ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً
أَتَصْبِرُونَ ۗ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
“Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan
mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan kami jadikan
sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan
adalah tuhanmu maha melihat” (Al-Furqan
: 20)
Selain
itu, Al-Qur’an juga mengoreksi kesalahan perspepsi bangsa arab mengenai hukum
larangan berdagang dan melakukan kegiatan ekonomi lainnya pada musim haji, Allah SWT berfirman :
لَيْسَ عَلَيْكُمْ
جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ ۚ فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ
عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللَّهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوهُ
كَمَا هَدَاكُمْ وَإِنْ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الضَّالِّينَ
Artinya:
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari
karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhannmu, Maka apabila kamu telah
bertolak dari”Arafat, berdzikirlah (dengan menyebut nama Allah) sebagaimana
yang ditunjukka_Nya kepadamu dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar
termasuk orang-orang sesat.”. (Al-Baqarah : 198)
B. Harga
yang Adil dalam Islam
Harga
yang adil di dalam islam adalah seimbang sama ukurannyanya, Konsep jual beli
dalam islam adalah suka sama suka atau kerelaan, dimana kedua belah pihak
sama-sama dengan terjadinyan transaksi itu.
Ibnu
Hibban dan Ibnu Majah mengeluarkan hadits dari Nabi SAW : إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ Artinya
: “Sesungguhnya jual beli itu atas prinsip saling rela”.
Pada
zaman Rasulullah SAW mekanisme pasar ini sangatlah di hargai. Dimana pada saat
itu beliau menolak permintaan para sahabat untuk membuat kebijakan mengenai
penentapan harga pasar dengan alasan tingkat harga beli di Madinah tiba-tiba
naik. Dengan alasan bahwa harga di pasar melonjak dengan tiba-tiba naik pada
saat itu murni karena faktor yaitu kekuatan permintaan dan penawaran yang di berbarengan dengan
dorongan-dorongan monopsonistik dan monopilistik, maka tidak ada alasan untuk
tidak menghargai harga pasar pada saat itu.dalam hadits disebutkan bahwa
Rasulullah SAW menolak untuk menaikan harga pasar. HR. Anas yang berbunyi:
عن
أنس قال : ' غلا السعر على عهد النبي صلى الله عليه
وآله وسلم فقالوا :
يا رسول الله ، سعر لنا . فقال :
إن الله هو المسعر القابض ، الباسط
الرزاق ، إني لأرجو أن ألقى ربي ، وليس أحد منكم يطالبني بمظلمة في دم ولا مال (رواه الدارمي)
Artinya: Anas berkata: “Wahai Rasulullah tentukanlah harga untuk
kita!”. Beliau menjawab, “Allah itu
sesungguhnya adalah penentu harga penahan, pencurah, serta pemberi rizki. Aku
mengharapkan dapat menemui tuhanku dimana salah seorang dari kalian tidak
menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta.”
Melalui
hadits di atas dapat kita simpulkan bahwa pasar merupakan hukum alam yang harus di hargai dan di hormati. Tidak ada
seorangpun secara individu yang dapat mempengaruhi pasar karena pasar itu
merupakan ketentuan Allah SWT. Nabi juga bersabda tentang masalah para sahabat
yang meminta beliau untuk menaikan harga yang artinya : “Bahwa Allah SWT adalah dzat yang mencabut dan memberi sesuatu, dzat
yang memberi rizki dan penentu harga.” (HR. Abu Daud)[9]
Dari
Ibn Mughirah terdapat suatu riwayat ketika Rasulullah
SAW. melihat seorang laki-laki menjual makanan dengan harga lebih tinggi
daripada harga pasar. Rasulullsh SAW bersabda :
“Orang-orang yang datang membawa
barang ke pasar ini laksana orang berjihad fisabilillah sementara orang-orang
yang menaikan harga (melebihi harga pasar) seperti orang yang ingkar kepada
Allah SWT.[10]
v Menurut
Ibn Taimiyyah
“Mekanisme harga adalah proses yang
berjalan atas dasar gaya tarik menarik antara konsumen dan produsen, baik dari
pasar output (barang) ataupun input (faktor-faktor produksi). Sedangkan harga
adalah sejumlah uang yang menyatakan nilai tukar suatu unit benda tersebut”[11]
Harga yang adil di jumpai oleh
beberapa terminologi, antara lain: si’r
al-mithl thaman al-mith dan qimah al-adl. Istilah qimah al-adl (harga yang adil) pernah digunakan Rasulullah SAW
dalam mentari kompensasi bagi pembebasan budak, dimana budak ini akan menjadi
manusia yang merdeka dan majikannya tetap memperoleh komppensasi dengan harga
yang adil atau qimah al-adl (Sahih
Muslim). Ibn Taimiyyah menggunakan dua terminologi dalam membahas harga yaitu: [12]
® ‘iwad al-mithl (eqivalen compensation/ kompensasi yang setara)
ditaksir dan diukur oleh segalanya harus
setara oleh sebuah benda atau yang sesuai dengan adat dan kebiasaan. Setara
inilah yang disebut dengan keadilan.
® thaman al-mithl (equivalen price/ harga yang setara)
Ibn
Taimiyyah membedakan dua jenis harga yaitu :
® Harga yang tidak adil
® Harga yang adil dan disukai.
Ibn
Taimiyyah mendefinisikan equivalen price
dalam Majmu fatawa-mnya sebagai harga
baku (s’ir) di mana penduduk menjual barang-barang mereka secara umum diterima
sebagai sesuatu yang setara dengan itu dan untuk barang yang sama pada waktu dan
tempat yang khusus. Sementara dalam Al-Hisbah, ia menjelaskan bahwa eqivalen price ini sesuai dengan
keinginan atau lebih persisnya harga yang ditetapkan oleh kekuatan pasar yang
berjalan secara bebas-kompetitif dan tidak terdistorsi-antara penawaran dan
permintaan. Ia mengatakan, “jika
penduduk menjual barangnya dengan cara yang normal (al-wajh al-ma’ruf) tanpa mengunakan cara-cara yang tidak adil,
kemudian harga itu meningkat karena pengaruh kekurangan persediaan barang itu
atau meningkatnya karena jumlah penduduk (meningkatnya permintaan), itu semua
karena Allah SWT.
Harga yang adil muncul ketika
menghadapi harga yang sebenarnya, pembelian dan pertukaran barang. Dalam
mendefinisikan hal ini, ia menyatakan :
“Harga yang setara adalah harga standar yang berlaku ketika
masyarakat menjual barang-barang dagangannya dan secara umum dapat diterima
sebagai sesuatu yang setara bagi barang-barang tersebut atau barang-barang yang
serupapada waktu dan tempat khusus.”
Ibn Taimiyyah menjelaskan bahwa
harga yang setara adalah harga harga yang dibentuk oleh kekuatan pasar yang
berjalan secara bebas, yakni pertemuan antara kekuatan permintaan dengan
penawaran. [13]
Ibnu Taimiyah mencatat
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap permintaan dan konsekuensinya
terhadap harga:[14]
1.
Keinginan penduduk (al-raghbah) atas jenis yang berbeda-beda dan
sesekali berubah-ubah. Perubahan itu sesuai dengan kelimpahruahan atau
kelangkaan barang yang diminta (al-matlub). Sebuah barang sangat diinginkan
jika persediaannya sangat sedikit ketimbang jika ketersediaannya berlimpah.
2.
Perubahannya juga
tergantung pada jumlah para peminta (tullab). Jika jumlah dari orang-orang yang
meminta dalam satu jenis barang dagangan banyak, harga akan naik dan terjadi
sebaliknya jika jumlah permintaannya kecil.
3.
Itu juga akan
berpengaruh atas menguat atau melemahnya tingkat kebutuhan atas barang
karena meluasnya jumlah dan ukuran dari kebutuhan, bagaimanapun besar
atau kecilnya. Jika kebutuhan tinggi dan kuat, harga akan naik lebih tinggi ketimbang
jika peningkatan kebutuhan itu kecil atau lemah.
4.
Harga jual berubah-ubah,
sesuai dengan (kualitas pelanggan) siapa saja pertukaran barangn itu
dilakukan (al-Mu’awid). Jika ia kaya dan dijamin membayar utang, harga
yang rendah bisa diterima darinya, ketimbang yang diterima dari orang lain yang
diketahui sedang bangkrut, suka mengulur-ulur pembayaran atau diragunan
kemampuan membayarnya.
Dengan
harga yang adil pada pasar ini akan menjadi dasar dalam transaksi yang islami,
yakni terbebas dari unsur-unsur maghrib (maysir, gharar, riba). Karena yang
mendasari bisnis dalam islam itu adalah suatu kejujuran dan keadilan. Harga
yang adil tidak menimbulkan kezaliman sehingga merugikan salah satu pihak yang
lain. Harga harus mencerminkan manfaat bagi pembeli dan penjual secara adil,
yaitu sama-sama memperoleh manfaat dari transaksi tersebut.
C. Intervensi
Pasar
Pasar yang
dibiarkan berjalan sendiri(leissez faire)
tanpa ada yang mengontrol ternyata menyebabkan penguasaan pasar sepihak oleh
pemilik modal, pemilik informasi dan pihak-pihak lainnya. Negara dalam islam
mempunyai peran yang sama dengan pasar yaitu mengawasi perekonomian.
Dalam
konsep ekonomi islam, cara pengendalian harga di tentukan oleh penyebabnya
adalah perubahan pada genuine demand
dan genuine supply maka mekanisme
pengendalian dilakukan melalui market
intervention. Sedangkan bila penyebabnya distorsi terhadap genuine demand dan genuine supply, maka mekanisme pengendalian dilakukan melalui
penghilangan distorsi termasuk penentuan
price intervention untuk mengembalikan harga pada keadaan sebelum distorsi.[15]
Intervensi pasar menjadi sangat
penting dalam menjamin ketersediaan barang kebutuhan pokok.Dalam keadaan kekurangan kebutuhan pokok, pemerintah dapat
memaksa pedagang yang menahan barang-barangnya agar dijual kepasar.
Jika nilai uang tidak
berubah maka kenaikan harga ataupun penurunan harga hanya bisa ditentukan
melalui kekuatan permintaan dan penawaran. Bila di suatu kota makanan melimpah,
maka harga akan murah dan begitu juga sebaliknya. Ibn Khaldun mengatakan “Ketika barang-barang yang tersedia sedikit,
maka harga-harga akan naik. Namun, bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, maka akan
banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang yang melimpah, dan
harga-harga akan turun.”
Intervensi pasar telah
dilakukan pada zaman Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin. Saat itu harga gandum
di Madinah naik, maka pemerintah melakukan impor gandum dari Mesir. Intervensi
tidak hanya dilakukan untuk menambah ketersediaan barang, akan tetapi juga
untuk menjaga kelancaran pedagangan antar kota. Karena kalau seandainya
terganggu jalur pedagangan antar kota itu bisa menyebabkan pasokan
barang-barang berkurang.
Kaum
Muslimin pernah menjadi korban distorsi harga ketika kaum Quraisy menetapkan
blokade ekonomi terhadap umat Islam. Selama blokade yang berlangsung tiga tahun
ini, umat islam tinggal di lembah itu untuk berbelanja sedikit, di bulan-bulan
haram, ketika perdamaian berlaku di seluruh jazirah Arab. Namun, kaum Quraisy
memasang harga tinggi di atas harga pasar. Abu Lahab menyeruhkan, “Naikkan harga agar pengikut Muhammad tidak
dapat membeli.” Untuk mempertahankan tingkat harga itu ia sendiri membeli
barang dengan harga yang lebih tinggi.
Pada
Masa pemerintahan Umar Ibn Khattab r.a beliau pernah melakukan intervensi pasar
yaitu harga-harga naik di Madinah. Intervensi langsung dilakukan melalui jumlah
barang yang ditawarkan. Naiknya harga-harga di Madinah digambarkan dengan
bergeraknya kurva penawaran ke kiri, sehingga menyebabkan harga naik. Dengan
masuknya barang-barang impor dari Mesir, kurva penawaran kembali bergeser ke
kanan, maka harga akan normal kemnali sesuai dengan harga semula.[16]
Macam-macam intervensi pasar adalah:
® Intervensi Harga : Celling Price [17]
Misalkan
pemerintah menetapkan suku bunga kredit
program sebesar 12% per tahun. sedangkan
suku bunga pasar sebesar 20%. tentunya pengusaha akan berusaha mendapatkan
kredit program yang bunganya lebih rendah. Banyaknya permintaan untuk kredit
program ini akan mendorong pasar gelap. Biasanya pengusaha berusaha menyuap
bankir, atau si bankir minta disuap, atau telah menjadi adat saling pengertian
menyuap dan disuap. Selisih suku bunga pasar dengan bunga kredit program, yaitu
8% inilah yang besarnya wilayah tawar-menawar jumlah uang suap. Akibat
selanjutnya adalah kredit program tidak akan mencapai sasarannya, timbul
penyalahgunaan kredit (mis-used atau side streaming), misalnya yang
seharusnya diperuntukan produksi pangan disalahgunakan untuk membeli motor
baru.
Islam
menentang intervensi harga. Karena pada celling price ini akan terjadi
kelebihan permintaan sehingga dapat menimbulkan pasar gelap, korupsi dan
kolusi.
® Intervensi Harga : Floor Price
Misalkan
pemerintah menetapkan harga dasar gabah Rp.1500 per kilogram. Sedangkan harga
gabah di pasar Rp. 1000 per kilogram. Tentunya petani berusaha mendapatkan
harga dasar yang harganya jauh lebih baik. Banyaknya penawaran kepada KUD pada
harga dasar ini akan mendorong adanya pasar gelap. Biasanya si petani berusaha
menyuap petugas KUD. Selisih harga pasar dengan harga dasar, yaitu Rp500 per
kilogram inilah besarnya wilayah tawar
menawar jumlah uang suap. Akibat selanjutnya
adalah harga dasar tidak efektif bagi petani karena harga neto yang
diterima petani setelah dikurangi besarnya uang suap akan semua harga pasar.
® Intervensi Harga Islami
Di dalam islam pemerintah hanya dapat melakukan regulasi
harga jika : Pasar bersaing tidak sempurna
dan dalam keadaan darurat. Apabila jika memang perlunya intervensi pasar
maka prinsip harga yang adil harus tetap menjadi pedoman. Regulasi harga dilakukan karena pasar tidak dapat
bekerja dengan sempurna sehingga terciptanya harga yang tidak adil atau
distorsi pasar.
Dalam ekonomi islam siapapun boleh berbisnis, asalkan mereka
tidak lari dari aturan-aturan syariat islam. Islam sangat menghargai dan
melindungu penjual dan pembeli
Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah orang
melakukan ikhtikar itu kecuali ia berdosa.” (HR Muslim, Ahmad, Abu Dawud)
Umar Ibn Khattab r.a. ketika mendatangi suatu pasar dan
menemukan bahwa Habib bin Abi Balta’ menjual anggur kering pada harga di bawah
harga pasar. Umar r.a. langsung menegurnya : “Naikkan hargamu atau tinggalkan pasar kami.”.
Kebolehan price intervention antara lain karena :[18]
a. Price
intervention
menyangkut kepentingan masyarakat, yaitu melindungi penjual dalam hal profit margin sekaligus melindungi
pembeli dalam hal purchasing power.
b. Bila tidak dilakukan price intervention
maka penjual dapat menaikkan harga dengan cara ikhtikar atau ghaban faa-hisy.
Dalam hal ini penjual menzalimi pembeli.
c. Pembeli biasanya mewakili masyarakat
yang lebih luas, sedangkan penjual mewakili kelompok masyarakat yang lebih
kecil. sehingga price intervention
berarti pula melindungi kepentingan masyarakat yang lebih luas.
Intervensi
Harga Menurut Ibn Taimiyyah[19]
Sepintas
pendapat Ibn Taimiyyah bertentangan dengan penolakan Rasulullah SAW untuk
melakukan price intervention. Namun,
sebenarnya Ibn Taimiyyah malah menjabarkan hadist Rasulullah tersebut yaitu
harga seharusnya terjadi secara rela sama rela pada saat supply bertemu
demand.
Bagi
Ibn Taimiyyah price intervention dapat
dibedakan menjadi dua :
® Price
intervention yang zalim
Suatu
intervensi harga dianggap zalim bila harga atas (ceiling price) ditetapkan di bawah harga equilibrium yang terjadi
melalui mekanisme pasar, yaitu atas dasar rela sama rela. Secara paralel dapat
pula dikatakan bila floor price
ditetapkan di atas competitive
equilibrium price adalah zalim.
® Price
intervention yang adil
Suatu
intervensi harga dianggap adil bila tidak menimbulkan aniaya terhadap penjual
maupun pembeli.
Ibn Taimiyyah menjelaskan tiga
keadaan di mana price intervention
harus dilakukan :
® Produsen tidak mau menjual barangnya
kecuali pada harga yang lebih tinggi daripada reguler market price, padahal
konsumen membutuhkan barang tersebut. Dalam keadaan ini pemerintah dapat
memaksa produsen untuk menjual barangnya dan menentukan harga (price intervention) yang adil.
® produsen menawarkan pada harga yang
terlalu tinggi menurut konsumen, sedangkan konsumen meminta pada harga yang
terlalu rendah menurut produsen. Dalam keadaan ini, maka price intervention harus dilakukan dengan musyawarah dari konsumen
dan produsen yang difasilitasi oleh pemerintah. setelah musyawarah dengan
inventigasi atas demand, supply, biaya produksi, dan lainnya, Pemerintah harus
mendorong penjual dan pembeli untuk menentukan harga . Selanjutnya pemerintah
menentukan harga tersebut sebagai harga yang berlaku.
® Pemilik jasa, misalnya tenaga kerja, yang menolak bekerja
kecuali pada harga yang lebih tinggi daripada harga pasar yang berlaku (the prevailing market price), padahal
masyarakat memnutuhkan jasa tersebut, maka pemerintah dapat menetapkan harga
yang wajar (reasonable price) dan
memaksa pemilik jasa untuk memberikan jasa.
Menurut
Ibn Taimiyyah’ price di tetapkan pada saat supply bertemu demand, sehingga
sebenarnya market intervention justru akan mengembalikan harga pada harga
semula. Menurut Ibn Taimiyyah sebelum pemenrintah melakukan intervensi pasar
hendaklah terlebih dahulu melakukan musyawarah demi terwujudnya kemashlahatan
bersama.
D.
Pengertian Distorsi Pasar
Kata distorsi dalam Bahasa Indonesia
adalah sebuah gangguan yang terjadi. Dalam ekonomi, distorsi adalah membuat
kondisi ekonomi tidak sempurna karena gangguan-gangguan yang menghambat pelaku
ekonomi dalam memaksimalkan kesejahteraan. Sedangkan pasar berarti tempat
bertemunya antara penjual dan pembeli.
Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa
distorsi pasar adalah sebuah gangguan atau suatu fakta yang tidak sesuai dengan
teori-teori yang terjadi pada mekanisme pasar yang sempurna, mengakibatkan mekanisme tersebut
tidak bisa dirasakan lagi kesempurnaannya.
Bentuk-Bentuk Distorsi Pasar[20]
Dalam fiqh Islam, manipulasi permintaan
(false demand) dikenal dengan
bai’ najasy, sedangkan manipulasi penawaran (false supply) dikenal
dengan ihtikar. Penipuan atau tadlis (unknow to one party) terbagi
menjadi empat bagian, yakni tadlis menyangkut jumlah barang (quantity),
kualitas barang (quality), harga barang (price) dan waktu
penyerahan barang (time of delivery). Taghrir atau kerancuan,
ketidakpastian (unknow to both parties) juga terbagi menjadi empat
bagian, yakni menyangkut jumlah barang, kualitas barang, harga dan waktu
pengiriman.
A. Manipulasi
Permintaan dan Manipulasi Penawaran
1)
Bai’ Najasy
Upaya mengambil keuntungan diatas
keuntungan normal dengan menciptakan permintaan palsu. Praktik ini diharamkan
dalam Islam karena terjadi pemalsuan atau kepura-puraan terhadap permintaan (false
demand).
Contoh bai’ najasy banyak sekali, salah
satunya yang terjadi di Indonesia pada saat dilanda krisis moneter 1997.
Terjadi isu kelangkaan pangan, karena takut kehabisan persediaan beras maka
masyarakat ramai-ramai menyerbu toko-toko memborong beras. Dengan terjadinya
peningkatan permintaan terhadap besar sehingga harga menjadi naik.
2) Ihtikar
Sering diartikan sebagai monopoli atau
penimbunan. Dalam Islam monopoli dan meyimpan barang untuk persedian dibolehkan
dan tidak dilarang. Yang dilarang dalam ihtikar adalah upaya mengambil
keuntungan diatas keuntungan normal dengan menjual lebih sedikit untuk harga
yang lebih tinggi atau monopoly’s rent seeking.
Dari
Ma’mar bin Abdullah bin Fadhlah, berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw
bersabda, "Tidak melakukan ihtikar kecuali orang yang bersalah
(berdosa)”. (H.R.Tarmizi)
Suatu kegiatan masuk kedalam kategori
ihtikar apabila telah memenuhi komponen-komponen sebagai berikut[21]:
-
Mengupayakan adanya kelangkaan barang
baik dengan cara menimbun stock atau entry-barries.
-
Menjual sedikit barang untuk harga yang
tinggi.
-
Mengambil keuntungan yang tinggi diatas
keuntungan normal.
3) Tallaqi Rukban
Tindakan
yang dilakukan oleh pedagang kota yang membeli barang petani yang masih diluar
kota untuk mendapatkan harga yang lebih murah dari harga pasar yang
sesungguhnya.
Dari
Anas r.a ia berkata: "Rasulullah saw melarang orang-orang kota
menjualkan barang orang desa yang baru datang sebelum sampai di pasar, walaupu
orang itu saudara kandungnya sendiri." (HR Bukhari dan Muslim)[22]
Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: Rasulullah
saw bersabda: “janganlah kalian menjemput kafilah pedagang (lalu membeli
barang dagangannya sebelum tau harga pasaran) dan janganlah orang kota
menjualkan barang orang desa.” Kemudia Tsawus bertanya kepada Ibn Abbas:
“apakah yang dimaksud orang kota tidak boleh menjualkan barang orang desa? Ibnu
Abbas menjawab: “tidak ada makelar dalam jual beli itu.” (HR Bukhari dan
Muslim).
B. Tadlis
Tadlis merupakan transaksi yang
mengandung suatu hal yang tidak diketahui oleh salah satu pihak. Kerap sekali
praktek-praktek tadlis ini terjadi di tengah-tengah masyarakat pada suatu
tempat khususnya di pasar. Hal ini sangat merugikan pihak yang tertipu
(pembeli) maupun pihak yang menipu (penjual) atau sebaliknya. Konsekuensi yang
timbul, mereka akan mengalami penurunan utility. Di dalam Al-Quran
secara tegas melarang transaksi bisnis yang mengandung unsur tadlis, terdapat
dalam Qs. Al-An’am ayat 152:
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُ ۖ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ ۖ
لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۖ وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ
كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۖ وَبِعَهْدِ اللَّهِ أَوْفُوا ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya:
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar
kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil,
kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.”
Tadlis terbagi menjadi empat hal:
1)
Tadlis Dalam Kuantitas
Banyak penjual yang melakukan trik ini
di pasar, caranya dengan mengurangi jumlah takaran atau timbangan yang
sebenarnya. Hal ini sangat dilarang dalam Islam karena mengandung unsur
penipuan serta ketidakjujuran.
2)
Tadlis Dalam Kualitas
Suatu trik menyembunyikan cacatnya suatu
barang atau kualitas barang yang buruk agar tidak diketahui oleh pihak pembeli.
Disini juga mengandung unsur penipuan dan dilarang oleh Islam.
3)
Tadlis Dalam Harga
Dalam fiqih, tadlis harga disebut dengan
ghaban. Menjual barang dengan harga yang lebih tinggi atau lebih rendah
dari harga pasar dengan memanfaatkan ketidaktahuan pembeli serta sarana
informasi yang kurang itulah yang disebut dengan tadlis harga.
4)
Tadlis Dalam Waktu Penyerahan
Menyanggupi delivery-time yang
disadari tidak akan sanggup memenuhinya. Maksudnya adalah si penjual sanggup
tetapi ia juga tahu bahwa tidak akan dapat menyerahkannya esok hari, namun ia
telah berjanji akan menyerahkan barang tersebut esok hari. Walaupun tadlis ini
tidak ada kaitannya langsung dengan harga dan barang tetapi dalam hal ini
menyangkut dengan tadlis waktu.
C.
Taghrir
Dari kata Bahasa Arab gharar yang
berarti ketidakpastian, resiko, dsb. Dalam fiqh muamalah taghrir adalah mengambil resiko sendiri dari suatu
perbuatan yang mengandung resiko tanpa mengetahui dengan persis apa akibatnya. Menurut
Ibn Taymiyah gharar terjadi bila seseorang tidak tau apa yang tersimpan bagi
dirinya pada akhir suatu kegiatan jual beli. Dalam ilmu ekonomi taghrir ini
lebih dikenal sebagai uncertainty (ketidakpastian) atau resiko.
Taghrir
maupun
tadlis terjadi karena adanya incomplete information namun untuk
masing-masing itu berbeda. Bagi tadlis incomplete information ini
dialamai oleh satu pihak saja, tetapi bagi taghrir dialami oleh kedua belah
pihak. Taghrir juga terbagi menjadi empat hal yaitu taghrir kuantitas,
kualitas, harga dan waktu pengiriman.
E.
Larangan Ihtikar[23]
Dasar hukum pelarangan menimbun barang adalah hasil induksi dari
nilai-nilai universal yang dikandung Al-Qur’an yang menyatakan bahwa setiap
perbuatan aniaya diharamkan. Terdapat dalam Qs. Al-Maidah ayat 2 yang artinya “Dan tolong menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran.” kemudian Qs. Al-Hajj ayat 78 yang artinya “Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan.”
Kemudian dalam hadis dijelaskan
mengenai larangan ihtikar:
(رواه الترمذى) عن معمر ابن عبد الله الن
فضلة قال : سمعت رسول الله صلعم يقول : لا يحتكر إلا خاطئ
Artinya:
Dari Ma’mar bin Abdullah bin Fadhlah, katanya, Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, ”Tidak melakukan ihtikar
kecuali orang yang bersalah (berdosa)”. (H.R.Tarmizi)
Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni,
Pengertian Khathi’ adalah orang yang
salah, durhaka dan orang yang musyrik. Khathi’ adalah orang yang melakukan
kesalahan dengan sengaja yang berbeda dengan orang yang melakukan kesalahan
tanpa sengaja.Pengertian Khathi’ dijelaskan
ketika menafsirkan Qs. Al-qashash ayat 8.
فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا ۗ إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِينَ
“Maka
dipungutlah ia oleh keluarga Fir´aun yang akibatnya dia menjadi musuh
dankesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir´aun dan Haman beserta tentaranya
adalah orang-orang yang bersalah.”
Rasulullah saw. berkata, “Siapa
yang melakukan penimbunan barang dengan tujuan merusak harga pasar, sehingga
harga naik secara tajam, maka ia telah berbuat salah.” (HR. Ibnu Majah dari
Abu Hurairah).
Rasulullah
saw. bersabda, “Siapa yang merusak harga pasar, sehingga harga tersebut
melonjak tajam, maka Allah akan menempatkannya di dalam neraka pada hari
kiamat.” (HR. At-Tabrani dai ma’qil bin Yasar).
Ulama Mazhab
Maliki, sebagian ulama Mazhab Hanbali, Imam Abu Yusuf dan Ibnu Abidin (dua nama
terakhir adalah ahli fiqh dari Mazhab Hanafi) menyatakan larangan menimbun
tidak terbatas pada makanan, pakaian, dan hewan, tetapi meliputi seluruh barang
yang dibutuhkan masyarakat. Alasannya, yang menjadi ilat (motivasi hukum) dalam
larangan melakukan penimbunan adalah “kemudharatan yang menimpa orang banyak”.
Sebab, kemudharatan yang menimpa orang banyak itu tidak terbatas pada makanan,
pakaian, dan hewan, tetapi juga mencakup seluruh barang yang dibutuhkan orang.
Sebagian ulama
Mazhab Hanbali dan Imam Al-Ghazali mengkhususkan keharaman penimbunan pada
jenis produk makanan saja. Alasannya, karena yang dilarang dalam nash hanyalah
makanan. Menurut mereka, karena masalah ihtikar menyangkut kebebasan pemilik
barang untuk menjual barangnya dan kebutuhan orang banyak, maka larangan itu
harus terbatas pada apa yang ditunjuk oleh nash saja.
Adapun ulama
dari kalangan Mazhab Syafi’i dan Hanafi membatasi ihtikar pada komoditas yang
berupa makanan bagi manusia dan hewan. Menurut mereka, komoditas yang terkait
dengan kebutuhan orang banyak pada umumnya hanya dua jenis itu. Oleh karena
itu, perlu dibatasi.
Dalam hal ini pemerintah seharusnya
sejak awal telah mengantisipasi agar tidak terjadi penimbunan barang, manfaat,
dan jasa yang dibutuhkan oleh orang banyak. Pemerintah harus melakukan
penetapan harga yang adil atas setiap barang yang menjadi hajat orang banyak.
Harga yang adil itu didapat dengan mempertimbangkan modal dan keuntungan bagi
pedagang serta tidak terlalu memberatkan masyarakat. Bahkan, pemerintah tidak
boleh mengekspor barang kebutuhan warganya sampai tidak ada lagi yang dapat
dikonsumsi warga, sehingga membawa mudharat bagi masyarakat. Pada hakikatnya
pengeksporan barang yang dibutuhkan masyarakat sama dengan ihtikar dari segi
akibat yang dirasakan oleh masyarakat. Pendapat ini didasarkan pada kaidah
“tasharruf al-imaam ‘ala ar-ra’iyyah manuuthun bi al-maslahah” (tindakan
penguasa harus senantiasa mengacu pada kemaslahatan orang banyak).
BAB III
Kesimpulan
Pasar
adalah sebuah mekanisme pertukaran barang dann jasa yang alamiah dan telah
berlangsung sejak peradaban awal manusia.
Sedangkan yang dimaksud dengan mekanisme pasar adalah terjadinya interaksi
antara permintaan dan penawaran yang akan menentukan tingkat harga tertentu.
Harga
yang adil di dalam islam adalah seimbang sama ukurannyanya, Konsep jual beli
dalam islam adalah suka sama suka atau kerelaan, dimana kedua belah pihak
sama-sama dengan terjadinyan transaksi itu. Ibn Taimiyyah menjelaskan bahwa
harga yang setara adalah harga harga yang dibentuk oleh kekuatan pasar yang
berjalan secara bebas, yakni pertemuan antara kekuatan permintaan dengan
penawaran.
Intervensi
pasar boleh dilakukan jika terjadinya kecurangan-kecuranngan atau distorsi
pasar dan demi tercapainya kemashlahatan bersama. Macam-macam distorsi pasar diantaranya adalah
:
a.
Ba’i
najashy
b.
Thalaqqy Rukhban
c.
Thadlis
d.
Ikhtikar
Larangan
ikhtikar Terdapat dalam Qs. Al-Maidah ayat 2
yang artinya “Dan tolong menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran.” kemudian Qs. Al-Haj ayat 78 yang artinya “Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan.”
Daftar Pustaka
Karim,
Adiwarman. Ekonomi Mikro Islam, PT Raja Grafindo Persada, Depok, 2012
Karim, Adiwarman.Sejarah
PemikiranEkonomi Mikro Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004
Karim,
Adiwarman A, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: The International Institute of Islamic Thought
Indonesia, 2002).
P3EI, Ekonomi Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta 2011
idoydt.wordpress.com/2011/04/19/pemikira–ekonomi-al-ghazali-ibn-taimiyyah-dan-ibn=hazm/
suud83.wordpress.com/2009/03/27/mekanisme-pasr-islami-dan-pengendalian-harga/
http://www.dakwatuna.com/2008/03/01/417/tidak-boleh-menimbunbarang/#axzz30VVKebng (akses 02-05-2014, 10:30)
[1]Karim, Adiwarman.
Ekonomi Mikro Islam , PT
Rajagrafindo Persada, Depok, 2012.hal 5
[2] P3EI, Ekonomi Islam, PT Rajagrafindo Persada,
Jakarta 2011. hal 301
[3] Karim,
Adiwarman. Ekonomi Mikro Islam, PT Raja Grafindo Persada, Depok, 2012. hal 13
[4]Karim, Adiwarman.Ekonomi Mikro Islam, IIT Indonesia, Jakarta, 2003, hlm 20
[5]http://ranihaulyaandri.blogspot.com/2014/04/mekanisme-pasar.html
[6] Karim,
Adiwarman. Ekonomi Mikro Islam, PT Raja Grafindo Persada, Depok, 2012. hal 152
[8]
http://trueloverizkabuzrin.blogspot.com/2013/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html
[10] P3EI, Ekonomi Islam, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta 2011. hal 303
[11] mengutip dari tulisan
idoydt.wordpress.com/2011/04/19/pemikiram
–ekonomi-al-ghazali-ibn-taimiyyah-dan-ibn –hazm/
[12] P3EI, Ekonomi Islam, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta 2011. hal 331-332
[13] Karim,
Adiwarman.Sejarah PemikiranEkonomi Mikro
Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004. hal 336
[14]http://faisal-purba.blogspot.com/2012/04/mekanisme-pasar.html
[16] Karim,
Adiwarman. Ekonomi Mikro Islam, PT Raja Grafindo Persada, Depok, 2012. hal
154-155
[17] Karim,
Adiwarman. Ekonomi Mikro Islam, PT Raja Grafindo Persada, Depok, 2012. hal 156
[18] Karim,
Adiwarman. Ekonomi Mikro Islam, PT Raja Grafindo Persada, Depok, 2012. hal 163
[21] Karim,
Adiwarman A, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: The International Institute of Islamic Thought
Indonesia, 2002) hal. 154
Post a Comment