Posted by : Gelas Kaca April 10, 2015




Hybrid Akad Dalam Syariah
Oleh : Rani Haulya Andri
Pada zaman yang modern ini baik perbankan atau pun industri keuangan dituntut untuk bisa memenuhi kebutuhan  bisnis masyarakat modern  agar bisa bersaing dengan produk-produk modern lainnya. Industri keuangan ataupun perbankan dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam pemilihan akad yang akan mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan bisnis. karena jika tidak ada inovasi produk di bank syariah, bagaimanapun akan berimbas secara signifikan kepada lambatnya pengembangan pasar (market expansion). Lemahnya inovasi produk dan pengembangan pasar (market expansion) bank syariah harus segera di atasi, agar akselerasi pengembangan bank syariah lebih cepat. Inovasi produk diperlukan agar bank syariah bisa lebih optimal dalam menghadapi fenomena global. Karena itu harus melakukan inisiatif dalam pengembangan pasar dan  pengembangan produk.
            Suatu akad dalam sebuah transaksi merupakan rukun yang harus terpenuhi dimana jika tidak adanya akad maka transaksi itu bisa dikatakan tidak sah.   Dalam syariah kita mengenal bahwa penyatuan akad dalam suatu transaksi itu dilarang. Ini diartikan  dengan sangat dangkal dan salah sehingga menyempitkan perkembangan bank syariah padahal hukum asal muamalah adalah semuanya dibolehkan, kecuali yang dilarang. Dr. Mabid Al-Jarhi, mantan direktur IRTI IDB pernah mengatakan, kombinasi akad di zaman sekarang adalah sebuah keniscayaan. Hambatannya terletak pada literatur ekonomi syariah yang ada di Indonesia sudah lama mengembangkan teori bahwa syariah tidak membolehkan dua akad dalam satu transaksi akad (two in one). Larangan ini belum dikaji kembali sehingga menyempitkan pengembangan produk bank syariah. Sebetulnya syariah membolehkannya dalam ruang lingkup yang sangat luas. (http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/hybrid-contract-dalam-keuangan-syariah-4/ )
            Al-Syâtiby menjelaskan perbedaan antara hukum asal dari ibadat dan muamalat. Menurutnya, hukum asal dari ibadat adalah melaksanakan (ta’abbud) apa yang diperintahkan dan tidak melakukan penafsiran hukum.  Sedangkan hukum asal dari muamalat adalah mendasarkan substansinya bukan terletak pada praktiknya (iltifât ila ma’âny). Dalam hal ibadah tidak bisa dilakukan penemuan atau perubahan atas apa yang telah ditentukan, sementara dalam bidang muamalat terbuka lebar kesempatan untuk melakukan perubahan dan penemuan yang baru, karena prinsip dasarnya adalah diperbolehkan (al-idzn) bukan melaksanakan (ta’abbud). ( http://www.agustiantocentre.com/?p=68  )
            Pendapat ini didasarkan pada beberapa nash yang menunjukkan kebolehan multi akaddan akad secara umum. Pertama firman Allah dalam surat al-Mâidah ayat 1 yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman penuhilah olehmu akad-akad”. (QS. Al-Mâidah : 1)
            Dalam kajian fiqh, istilah yang digunakan untuk menyebut multi akad adalah al-‘uqûdu murakkabah, yaitu akad-akad berganda yang terhimpun dan diletakkan pada sesuatu yang lain sehingga menumpuk.  Sedangkan dalam trend  modern, istilah ‘uqudu murakkabah sering disebut dengan istilah hybrid contract, pencangkokan sesuatu kepada sesuatu yang lain sehingga menjadi bagian dari sesuatu. Atau dengan kata lain yang dimaksud hybrid contract adalah suatu kontrak yang menghimpun beberapa kontrak dalam satu kontrak. ( http://www.cies-bandung.com/view.php?class=Opini&id=20140526103502 )
Macam-macam hybrid akad
©      Hybrid contarct, yang akad-akadnya tidak bercampur dan tidak melahirkan nama akad baru. Namun nama akad dasarnya tetap ada dan  dipraktekan dalam suatu transaksi. Contoh : Kafalah wa Ijarah pada kartu kredit, Rahn wal Ijarah pada REPO SBI dan SBSN, Qardh, Rahn dan Ijarah pafa produk gadai emas di bank syariah.
©      Hybrid contract, yaitu membuat nama akad baru tetapi tidak menyebutkan nama akad yang lama. Contoh Penggabungan akad wadiah dan mudharabah pada Giro atau biasa disebut dengan Giro Automatic Transfer Mudharabah dan Wadiah.
©      Hybrid Contract, yaitu  akad yang becampur dan memunculkan nama baru. Contoh :  Dalam fatwa DSN MUI No 73 Tahun 2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah disebutkan, Musyarakah Mutanaqisah adalah musyarakah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. Dengan demikian, di ujung akad ini satu pihak, yaitu nasabah akan memperoleh kepemilikan sempurna terhadap suatu aset atau modal. Dalam akad MMQ bank syariah wajib berjanji menjual aset yang disepakati secara bertahap dan nasabah wajib membelinya.        

©      Hybrid Contract,  yaitu  penggabungan akad-akad yang berlawanan. Contohnya menggabungkam akad yang jual beli dan pinjaman  . Contoh lain yaitu menggabungkan akad ijarah dan qardh dalam suatu akad. Contoh yang lain misalnya menggabungkan akad     Qardh dan menjanjikan  hadiah.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               

- Copyright © Gelas Kaca - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -