- Back to Home »
- Ekonomi Syariah »
- MUSAQOH
Posted by : Gelas Kaca
November 04, 2015
MUSAQOH
Kenalan yuukk sama MUSAQOH
A.
Pengertian Musaqoh
Ø
Secara Bahasa
Al-Musaqoh berasal dari kata As-Saqa yang artinya mengalirkan diberi
nama ini karena dahulunya penduduk Hijaz membutuhkan saqi (penyiraman) dari sumur-sumur. Maka dari itu diberi nama Musaqoh
(Penyiraman/ pengairan).[1]
Ø Menurut
Istilah
Musaqah adalah penyerahan pohon tertentu
kepada orang yang menyiramnya dan menjanjikannya bila sampai buah pohon masak
dia akan diberi imbalam buah dalah jumlah tertentu.[2]
Secara
terminologi musaqah didefinisikan oleh para ulama diantaranya yaitu:
1.
Abdurahman
al-jaziri, al-musaqah ialah akad untuk pemeliharaan pohon kurma, tanaman
(pertanian) dan yang lain dengan syarat-syarat tertentu.
2.
Malikiyah,
bahwa Al-Musaqoh ialah sesuatu yang tumbuh. Menurut Malikiyah pohon-pohon yang
tumbuh ditanah ada lima macam diantaranya, yaitu:
a)
Pohon-pohon tersebut berakar kuat
(tetap) dan pohon tersebut berbuah, buah itu di petik
serta pohon tersebut tetap ada dengan waktu yang lama, seperti pohon anggur dan
zaitun.
b)
Pohon-pohon tersebut berakar tetap tetapi
tidak berubah, seperti pohon kayu keras, karet dan jati.
c)
Pohon-pohon yang tidak berakar kuat
tetapi berbuah dan dapat di petik, seperti padi dan qatsha’ah.
d)
Pohon yang tidak berakar kuat dan tidak ada
buahnya yang dapat di petik, tetapi memiliki kembang yang bermanfaat seperti
bunga mawar.
e)
Pohon-pohon yang diambil hijau dan
basahnya sebagai suatu manfaat, bukan buahnya, seperti tanaman hias yang
ditanam dihalaman rumah dan di tempat lainya.
3. Menurut Syafi’iyah
“Musaqah berarti memberikan pekerjaan orang yang
memiliki pohon tamar, dan anggur kepada orang lain untuk kesenangan keduanya
dengan menyiram, memelihara, dan menjaganya dan pekerja memperoleh bagian
tertentu dari buah yang dihasilkan pohon-pohon tersebut.”
4.
Menurut Wabah Zuhaily
“Musaqah
secara fiqih adalah sebuah istilah dari pekerjaan yang berhubungan dengaan
pepohonan dengan sebagian yang dihasilkan olehnya, atau perserikatan atas
beberapa pohon kepada orang yang menggarapnya dengan ketetapan buah itu milik
keduanya”
B.
Hukum Musyaqqah
Dalam penentuan hukum
musyaqqah para ulama berbeda pendapat, ada ulama yang membolehkan musaqah dan
ada juga ulama yang tidak memperbolehkan musaqah diantaranya adalah:
Ø
Ulama yang memperbolehkan Musaqah
Menurut Imam
Malik bahwa masaqah dibolehkan untuk semua pohon yang memiliki akar kuat,
seperti delima, tin, zaitun dan pohon-pohon yang serupa dengan itu dan
dibolehkan pula untuk pohon-pohon yang berakar tidak kuat, seperti semangka,
dalam keadaan pemilik tidak lagi memiliki kemampuan untuk menggarapnya.
Menurut
Madzhab Hambali, musaqah diperbolehkan untuk semua pohon yang buahnya dapat
dimakan, dalam kitab al-mughni, Imam malik berkata; musaqah diperbolehkan untuk
pohon tadah hujan dan diperbolehkan pula untuk pohon-pohon yang perlu disiram.
Menurut Hanafiyah semua pohon yang mempunyai akar ke dasar bumi, dapat
di-musaqah-kan, seperti tebu.
Hukum al-Musaqah menurut
Syaikh Abu Syujak adalah jaiz (boleh). Alasannya seperti apa yang diriwayatkan
Imam Muslim daripada Ibn Umar ra, bahwa :[3]
“Pernah rasulullah saw memberi (penduduk)
Khaibar sebagian daripada apa yang dihasilkan perkebunannya dari buah-buahan
dan sayur sayuran.”
Hadits lainnya yang
menjadi landasan diperbolehkannya Musaqah:
v
Hadits
shahih dari Ibnu Umar r.a yang artinya: “Rasulullah
menyerahkan kepada orang-orang Yahudi Khaibar pohon kurma dan tanah khaibar
dengan syarat mereka menggarapnya dari harta mereka dan bagi Rasulullah adalah
separuh dari buahnya”. (HR. Bukhari-Muslim)
v
Dalam satu
riwayat lainnya disebutkan: “Rasulullah
SAW. mengadakan transaksi musaqah dengan mereka (Yahudi Khaibar) atas separuh
dari hasil tanah dan buah”. (HR. Bukhari-Muslim)
Ø Ulama
yang tidak memperbolehkan musaqah
Menurut
Abu Hanifah dan orang-orang yang mengikuti pendapatnya , Musaqah itu tidak
diperbolehkan sama sekali. Dasarnya ialah bahwa hadits-hadits yang dipakai
sebagai hujjah oleh jumhur ulama yang membolehkan, itu bertentangan dengan
aturan-aturan pokok, disamping karena hadits tersebut merupakan keputusan
terhadap orang-orang yahudi.
Abu
Hanifah juga berpendapat bahwa bagaimanapun juga hal tersebut tidak dapat
dipandang halal, karena ada kemungkinan bentuk pembagian hasil hasil kebun yang
populer saat itu mengandung sifat-sifat yang sama sehingga mengganggu hak-hak
salah satu dari kedua belah pihak atau mendorong timbulnya perselisihan. Beliau
memandang bahwa kejahatan-kejahatan seperti inilah yang membuat sistem tersebut
terlarang.
Landasan
Hadits yang digunakan oleh Abu Hanifah yaitu:
“barangsiapa
yang memiliki tanah hendaklah mengelolanya, tidak boleh menyewakannya dengan
sepertiga atau seperempat, dan tidak pula dengan memakan yang ditentukan”
C.
Rukun
dan Syarat Musaqah:
1. Kedua
belah pihak yang berakad
Adapun
syarat-syarat dari orang yang berakad, yaitu:
a. Baligh
b. Berakal
2. Objek
akad
Objek
yang disyaratkan dalam musaqah ini harus tumbuhan yang memiliki buah ataupun yang
bermanfaat, bisa dimakan dan pohonnya memiliki akar. ini tidak berlaku pada
sayuran karena sayuran pakai akad ijarah.
3. Sighat
(ijab qabul)
Dalam
ijab dan qabul akadnya harus jelas, berapa besar pembagian hasilnya, dan berapa
lama batasan waktu Musaqah tersebut berjalan.
D.
Hal-hal
yang Membatalkan Akad:
1. Tenggang
waktu perjanjian sudah habis.
2. Salah
satu yang berakad meninggal dunia.
3. Adanya
udzur yang membuat salah satu pihak tidak boleh melanjutkan akad.
E.
Praktik
Musaqah Saat Ini:
Contoh konkritnya diperbankan adalah ketika seorang nasabah bekerja sama
dengan bank yang mengembangkan dananya melalui sektor riil semacam agrobisnis
dan perkebunan. Dalam hal ini, bank mencari seseorang atau beberapa pekerja
yang dijadikan sebagai tukang kebun yang bertugas merawat, menjaga, dan yang
paling inti adalah menyirami kebun tersebut. Ketika kebun tersebut sudak
berbuah, maka bank dan tukang kebun berbagi hasil sesuai dengan prosentase yang
sudah ditentukan pada awal akad.
F.
Kesimpulan:
Musaqah adalah suatu
bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam pemberian lahan pertanian
dengan pembagian hasil dari buah yang dihasilkan dengan tujuan untuk saling
memberikan manfaat satu sama lain. Dalam masalah hukum musaqah ini masih
terdapat pertentangan.
Daftar Pustaka:
Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islāmiy wa
Adillatuhu, juz IV. Suriah: Dār al-Fikr, 1989.
Lks Fiqih Al-Hikmah Sma X-B 2009/2010
Post a Comment