- Back to Home »
- Kucing kucing yang kelaparan
Posted by : Gelas Kaca
December 20, 2022
Kucing-Kucing yang kelaparan
Oleh: Gelas.Kaca_
Setelah tiga tahun tidak merayakan hari kemenangan bersama keluarga. Lebaran kali ini aku memutuskan untuk mudik ke Ombilin kampung halamanku. Perjalanan untuk menuju kampung kali ini cukup memakan waktu dan tenaga.
Maraknya arus mudik membuat jalanan ramai dan menyebabkan macet panjang. Hingga waktu tempuh di perjalanan menjadi lebih lama. Biasanya aku menempuh perjalanan darat dari Jakarta ke Ombiilin hanya dengan waktu dua hari satu malam tapi kali ini aku menghabiskan waktu selama tiga hari dua malam. Sesampainya di rumah aku di sambut oleh ayah, ibu dan kedua adikku yang masih kecil. Mereka berlarian menuju arahku dan langsung memelukku.
Hari yang ditunggu-tunggu tiba. Takbir bergemah hari kemenangan telah datang. Seluruh muslim bersiap untuk sholat ied ke mesjid dan lapangan terdekat. Begitu juga dengan aku dan keluarga. Dengan mengenakan baju seragam keluarga yang di jahit ibu jauh-jauh hari.
Usai melaksanakan Ibadah sholat Ied kami berkunjung ke rumah Atuk. Disana kami menyantap hidangan khas lebaran yakni ketupat dan rendang buatan nenek. Selesai menyantap hidangan lebaran seluruh keluarga berkumpul dan saling bermaaf-maafan.
Lebaran pertama memang dihabiskan untuk bersilaturrahmi dengan keluarga besar saja.
Lebaran kedua tamu mulai berdatangan terutama teman masa kecilku. Upik, Ela dan Nando juga datang bertamu. Aku mengambilkan mereka sirup dan menghidangkan beberapa kue lebaran. Siang itu kami asyik berbicang-bincang hingga memasuki waktu ashar. Kami meminta izin kepada Ibu untuk melaksanakan solat ashar di surau depan danau tempat kami mengaji dulu.
Surau ini nampak sepi jamaahnya pun bisa dihitung jari. Hanya orang-orang lanjut usia yang selalu setia mengisi surau kecil ini.
Setelah selesai solat aku dan teman-teman bersantai dan duduk di batu-batu kecil yang ada di tepi danau. Hampir setiap sudut desa ini berubah. Bahkan pohon-pohon yang setia di tepi danau telah banyak yang di tebangi entah oleh siapa. Kini danau seperti tidak terawat. Banyak sampah-sampah bertumpukan, rumput-rumput yang mulai rimbun di tepi danau. Pasir yang kian surut akibat penambangan liar.
Tepat di depan kami ada sebuah rumah yang dulunya menjadi tempat singgah setelah selesai berenang di danau. Rumah itu adalah rumah mendiang Nyik Minah. Dulu kami sering menghabiskan waktu untuk berbincang-bincang dengan Nyik Minah setelah selesai berenang. Tidak jarang Nyik Minah memasakkan kami goreng Ubi sekedar untuk mengisi perut yang kosong setelah selesai berenang.
Kini rumah itu sepi, tak ada lagi Nyik Minah yang setia duduk di jenjang nomor dua dari rumahnya. Untuk memperhatikan siapa saja yang mandi di danau dan menyaksikan ombak pasang surut. Setiap sudut rumahnya dipenuhi jaring laba—laba. Semua berubah dalam sekejap. Kami tidak mengetahui kapan pastinya Nyik Minah meninggal. Yang kami dengar dari warga Ia meninggal tiga bulan yang lalu. Mayatnya di temukan pak Malin tergeletak di ruang tamu
“Lan, benar Nyik Minah meninggal di gigit kucing?” Tanya Ela Padaku
“Tidak tau El, aku hanya mendengar kabar angin dari bisik-bisik tetangga.”
“Aku mendengar kabar yang sama Lan, Nyik Minah ditemukan tergeletak di ruang tamunya katanya dia meninggal setelah di gigit si Nuna kucing putih Nyik Minah yang berbulu tebal itu. Lanjut Nando sambil menunjuk ke arah kamar mandi rumah Nyik Minah.
“ah, tidak percaya. Mustahil orang meninggal karena di gigit kucing.” Sambung Upik sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Aku juga mendengar dari bisik-bisik tetangga kalau setiap malam, di rumah Nyik Minah selalu terdengar suara Nuna si kucing putih itu meraung ganas seperti kucing kelaparan. Lanjut Nando
“Apa mungkin seseorang bisa meninggal hanya karena di gigit kucing? Tidak mungkin Nyik Minah meninggal karena di gigit kucing.” Upik berusaha menyelah dan tetap tidak percaya dengan apa yang dikatakan Nando.
Lama berbincang-bincang dan mengingat masa kecil. Akhirnya kami disadarkan oleh langit yang mulai gelap. Kami memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing dan merencanakan pertemuan selanjutnya. Aku dan Nando masih penasaran dengan kematian Nyik Minah yang cukup misterius dan bisik-bisik tetangga tentang kamar mandinya. Dalam perjalanan pulang Nando mengajakku untuk bertemu nanti malam di tepi danau sambil memancing ikan. Dia akan menjemputku sekitar jam delapan malam ke rumah.
Sesampainya di rumah aku membersikan badan dilanjutkan dengan sholat magrib. Ini untuk pertama kalinya dari dua tahun yang lalu aku berkumpul bersama keluarga untuk melaksanakan ibadah solat magrib berjamaah. Suasana seperti ini yang selalu ku rindui dimana suara merdu ayah melantunkan ayat-ayat suci menjadi penutup senja.
Selesai sholat kami berkumpul sekeluarga untuk menyantap hidangan makan malam. Ibu memasak lauk kesukaanku dendeng batokok dan gulai asam padeh. Masakan Ibu selalu menjadi juara di lidahku tidak ada yang mampu menandingi enaknya masakkan ibu. Karena bahagia dengan menu makan malam hari ini tanpa di sadari aku telah menghabiskan hampir tiga piring nasi.
“Tidak rindu mandi di danau Lan?” Ayah membuka pembicaraan makan malam hari ini
“Rindu Ayah, tapi danau sekarang kumuh.”
“Karena tidak ada lagi yang peduli akan kebersihan lingkungan, apalagi danau. Semenjak kematian Nyik Minah yang cukup misterius itu.”
“Benarkah Nyik Minah meninggal karena di gigit kucing yah?”
“Benar, Nyik Minah telah di makan oleh kucing yang kelaparan itu. Kakinya habis di lahap oleh kucing yang di ketuai oleh Nuna itu.”
“Berapa banyak kucing yang memakan Nyik Minah yah?”
“Kata pak Malin lebih dari sepuluh dan Nuna yang paling besar di antara kucing lainnya. Kabarnya kucing-kucing itu masih berkeliaran di kampung ini.”
“Mmmmmppp, apa mungkin kucing kelaparan bisa memakan manusia?”
“Ayah tidak tau pasti tapi begitulah gosip yang beredar. Kau lihat saja dirimu tanpa disadari sudah hampir tiga piring nasi masuk ke mulutmu.” Kata ayah sambil tersenyum menatap piringku
"Ini karena masakkan ibu selalu yang terbaik." balasku sambil melirik ke arah Ibu
"Malam ini Bulan ingin memancing di danau bersama kawan-kawan lainnya. Ayah mengizinkan Bulan untuk memancingkan?"
"Jangan pulang terlalu larut, jangan tunggu kucing-kucing kelaparan itu mandi dan berkeliaran mencari mangsa." ucap ayah sambil memperingatkanku
"Baik Ayah."
*
Tiga puluh menit kemudian aku mendengar suara Nando memanggilku di luar rumah. Aku melihat nando dan lima orang kawanku berdiri halaman rumah sambil membawa pancing.
Kami memutuskan untuk memancing di bawah pohon kelapa yang letaknya tidak begitu jauh dari rumah mendiang Nyik Minah. Kami menyaksikan suasana danau malam ini. Ku perhatikan tiap tepian danau ini. Deburan ombaknya masih sama seperti dulu selalu bising dan menghantam bebatuan di tepinya. Sesekali aku menoleh ke arah rumah Nyik Minah. Tapi tidak ku temukan tanda-tanda adanya kucing di dalam rumah itu.
Nando dan kawanku yang lainnya asik berebut umpan. Sementara belum ada ikan yang tersangkut di umpan kami.
Braaakkk!!! Suara kelapa jatuh mengagetkan kami
Tiba-tiba saja seekor kucing melompat dari belakang kami dan meraum kepada kami semua. Kucing ini sepertinya memang sedang kelaparan. Nando dengan spontan melemparkan tiga potong roti kepada kucing itu. Namun sepertinya kucing itu tidak tertarik dengan roti yang di lempar Nando. Selama hampir lima menit kucing itu meraum di depan kami. Akhirnya dia pergi dan berlari ke arah rumah Nyik Minah yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat kami memancing.
"Kita pulang yuk, itu sepertinya kucing yang telah membunuh Nyik Minah." kata Upik
"Tidak mungkin kucing memakan manusia." celah Nando
"Yasudah Nan kalau begitu kami pulang duluan. Kami takut." Ucap Ela sambil mengajak Upik dan kawan-kawan lainnya pulang.
"kamu mau ikut pulang Lan? " kata Nando padaku
"Tidak. Aku ingin melihat kucing-kucing itu."
"Baiklah. Kalau begitu kami pamit. Kalian hati-hati."
Setelah semuanya berpamitan tinggallah aku dan Nando berdua. Di bawah pohon kelapa dan menghadap ke arah rumah Nyik Minah. Sebenarnya kami berdua sangat ketakutan. Tapi rasa penasaran mendorong kami untuk bertahan disini.
Kucing-kucing itu tidak mungkin memakan Nyik Minah. Mana mungkin orang sebaik Nyik Minah dihabisi oleh kucing-kucing yang ia beri makan setiap harinya. Apalagi Nuna si kucing putih gemuk itu sudah di rawat Nyik Minah dari kecil. Kata Nando meyakinkanku
"Lalu kenapa Nyik Minah meninggal?
"Mungkin karena sakit, terjatuh atau di bunuh."
"Siapa yang tega membunuh Nyik Minah? Lalu kenapa kakinya seperti di lahap binatang.
Dengan langkah yang sedikit gemetar mengikuti Nando dari belakang dan berjalan menuju rumah Nyik Minah untum mengintai kucing-kucing itu.
Langit kian hitam burung-burung menampakkan wajah suramnya. Saat itu bintang tak setia menemani bulan. Langit tampak sunyi. Suara jangkrik mulai berlomba dengan deburan ombak di danau. Suasana kian suram. Saat jam sudah menunjukkan tengah malam. Terdengar suara piring bergesekan di dalam rumah Nyik Minah. Tapi kami tidak melihat seekor kucing pun seperti yang telah di katakan warga.
Aku dan Nando semakin penasaran dan mengintip dapur yang ada di belakang rumah Nyik Minah. Kami melihat bayangan seekor kucing sedang tertidur di lantai dapur Nyik Minah. Dan ada bayangan manusia sedang berjalan menuju kamar mandi. Pikiranku mulai nelayang ke mendiang Nyik Minah.
Mungkinkah itu arwah orang yang telah meninggal atau hanya halusinasi saja. Nando semakin penasaran dan yakin sekali bahwa bayangan yang Ia lihat tadi adalah manusia. Bukan arwah Nyik Minah. Aku berjalan di belakang Nando dan mengikuti langkah kakinya tanpa membuka mata.
Betapa kagetnya kami saat Nando membuka pintu dapur Nyik Minah. Ternyata ada Pak Malin dan seekor kucing yang bernama Nuna di dalam rumah tersebut.
"Eh kalian. Bocah bocah kecil. Mau apa kesini?" dengan wajah santai pak Malin berucap pada kami
"Jadi dimana para kucing-kucing itu pak? Ucap Nando
"hahahaa, tidak ada kucing kelaparan. Yang ada hanya aku yang butuh kucing dan rumah ini untuk di jadikan tempat tinggal tetapku. Dia tidak mau memberikn rumah ini padaku maka dari itu aku bersepakat dengan kucing-kucing di jalanan setelah membunuh Nyik Minah aku akan membagikan sedikit dagingnya kepada mereka."
Seperti yang aku ketahui Nyij Minah dan pak Malin adalah kakak beradik yang jarang sekali akur. Dan si Nuna kucing malang yang telah di kambing hitamkan pak Malin kini terkulai layuh di dapur karena telah berhari-hari tidak di beri makan.
Post a Comment