- Back to Home »
- Isyarat Sebuah Mimpi
Posted by : Gelas Kaca
December 20, 2022
Isyarat Sebuah Mimpi
oleh: Gelas.Kaca_
Rumnah mengelus-ngelus perut buncitnya, perempuan yang tengah hamil anak kedua itu dalam dua minggu ini selalu membuat cemas suaminya. Saat malam datang ia selalu mengingau dan berteriak minta tolong. Entah apa yang membuatnya terlihat begitu ketakutan ketika malam datang. Ia seperti dihantui oleh sesuatu yang tidak diketahui itu apa.
Saat Rumnah tidur ia
mengingau dan berteriak minta tolong agar kepada Tuhan-Nya.
Roko suami Rumnah merasa khawatir dengan keadaan istrinya. Ia selalu terbangun tengah
malam ketika harus mendengar teriakan istrinya yang mengingau seperti orang ketakutan akan terjadinya sesuatu yang buruk. Apa mungkin setiap perempuan yang mengandung seperti ini pikirnya. Ini sangat berbeda saat istrinya itu mengandung anak pertamanya.
“Tuhaaaaann, tolong kami.” Seperti itulah teriakan Rumnah setiap malam.
Setelah terbangun Rumnah selalu mengelus perut buncitnya sambil menangis.
“Apa yang membuatmu selalu seperti ini adinda?”
“Aku merasa akan ada yang mengusik kehidupan kita.?”
“Siapa?”
“Entahlah aku merasa dia akan memotong semua tangan manusia.”
“Maksudmu?”
“Aku takut.!”
“Baiklah ceritakan saja besok jika kau sudah tidak takut lagi.”
Dengan pertanyaan dan jawaban yang sama disetiap malam Roko selalu sabar menghadapi
istrinya itu. Hingga saat ini istrinya itu belum menceritakan apa yang membuatnya terlihat begitu ketakutan. Dalam kurun waktu sebulan berturut-turut Rumnah masih saja mengingau dan berteriak minta tolong dalam tidurnya.
Roko telah mengajak istrinya ke berbagai dokter hasilnya tetap sama para dokter menganggap bahwa itu hanya bawaan dari kandungan Rumnah.
Akhirnya
Roko dan istrinya menyimpulkan mungkin ini hanya bawaan dari kandungannya. Ia mulai tidak begitu khawatir karena ia yakin bahwa setelah istrinya melahirkan nanti ia tidak akan berteriak lagi tiap malam.
Ruko mulai bisa tenang untuk melanjutkan aktivitasnya ia berjualan pakaian
bayi di pasar Narawaci. Ia berjualan setiap hari kecuali hari Rabu. Setiap hari Rabu ia pergi ke
hutan untuk pergi berburu bersama teman-temannya.
Saat malam datang Rumnah kembali mengingau kali ini ia berteriak sangat kencang hingga membuat Ruslah anak pertamanya yang baru berumur sepuluh tahun itu ketakutan.
Roko mencoba menenangkan anaknya dan menidurkannya kembali. Saat ia kembali ia melihat istrinya masih menangis ketakutan sambil mengelus perutnya.
“Adinda mimpi apa?” tanya Roko dengan lembut
“Manusia-manusia itu akan mengusir kita dari sini.”
“Manusia siapa?”
“Mereka akan segera mengusir kita dari sini.”
“Mereka siapa? Kenapa diusir? Coba ceritakan adinda mimpi apa?” Roko mencoba membujuk
istrinya
“Kau mau ku ceritakan? Mimpi-mimpiku adalah malam gelap tanpa pancaran sinar bulan dan
bintang”
“Maksudmu? Coba ceritakan saja, aku akan mendengarkannya.”
Sambil menghapus air mata dengan kedua tangannya Romnah mulai menceritakan mimpi-mimpi yang menakutkan itu kepada suaminya. Roko dengan tenang mendengarkan istrinya itu bercerita
“Dalam mimpiku aku bertemu dengan seorang presiden bernama Marlano. Awalnya presiden ini adalah seorang rakyat biasa ia hanya seorang guru di sebuah desa kecil, ia terpilih sebagai presiden karena dicalonkan oleh salah seorang anggota dewan di daerahnya. Berkat kepercayaan masyarakat akhirnya ia terpilih sebagai presiden karena mampu mengayomi rakyat kecil.
Presiden Marlano mempunyai dua orang istri. Istri pertamanya bernama Ratna ia dijuluki sebagai Ratu selendang karena Ratna memiliki semua selendang yang berasal dari berbagai negara.
Hobinya mengoleksi selendang berkembang menjadi bisnis. Hingga akhirnya ia mendirikan satu desa yang khusus untuk menjait selendang desa itu di beri nama desa Ratna. Istri kedua presiden
Marlano bernama Jane ia masih sangat muda dan cantik usianya baru memasuki dua puluh lima tahun.
Jane sangat cerdas ia berhasil manamatkan gelar masternya di usia dua puluh dua tahun tahun.
Dengan predikat terbaik. Jane menikah dengan presiden Marlano karena secara tidak sengaja
bertemu dengan presiden ini di sebuah konfersi international. Dan presiden menawarkan diri untuk Ratna agar menjadi sekretarisnya. Tidak lama setelah menjadi sekretaris presiden mereka saling tertarik satu sama lain hingga akhirnya Jane setuju untuk menjadi istri kedua dari presiden.
Semenjak Presiden Marlano menikah lagi Ratna istri pertamanya merasa tersingkirkan ia mulai iri dengan perlakuan suaminya yang selalu mengistimewakan Jane. Ratna mulai menyusun rencana untuk membunuh istri kedua suaminya itu. Ia menyuruh salah seorang pelayan untuk mencampurkan racun pada minuman istri kedua suaminya itu.
Saat hendak menyuguhkan minum
ternyata pelayan salah memberikan minuman dan minuman beracun itu diberikan kepada
Prediden Marlano. Setelah meminum minuman beracun presiden Marlano langsung pingsan dan tidak sadarkan diri. Sehari setelah meminum racun itu presiden Marlano dinyatakan meninggal.
Seminggu setelah meninggalnya presiden yang baik hati itu akhirnya diadakan rapat paripurna
semua menteri memutuskan untuk mengangkat Jane istri kedua presiden Marlano untuk mengantikan posisinya sebagai presiden di negeri Temape dengan alasan Jane lebih paham tentang tata kelola kenegaraan.
“Apa yang membuatmu takut akan mimpi itu adinda? Bukankah mimpi itu biasa saja tidak ada yang menyeramkan dalam ceritamu.” Roko menatap wajah istrinya dengan penuh tanya.
“Ceritaku belum usai Kanda aku hanya mengingat itu adalah awal dari mimpi burukku ini.”
“Kau lelah Rumnah? Ingin tidur lagi?”
“Oh tentu saja tidak aku ingin menceritakan mimpiku ini padamu hingga selesai aku tidak ingin tidur lagi. sebentar lagi anak kita akan segera lahir aku memiliki ketakutan besar terhadap dia nantinya. Aku merasa mimpi ini adalah sebuah isyarat untuk kita.’
“kalau begitu lanjutkan ceritamu.”
Rumnah melanjutkan ceritanya
Mengetahui keputusan itu Ratna selaku istri pertama presiden Marlano semakin marah ia merasa tidak memiliki tempat di istana kepresidenan ini. Kini Jane dijuluki sebagai Ratu.
Ia memakai
mahkota kepresidenan dan mendapat kehormatan sebagai presiden perempuan pertama.
Keputusan ini membuat Ratu Jane dan Ratna menjadi semakin berselisih paham. Mereka
menghadapi perang dingin. Kekuasaan seperti terbelah dua karena sebagian rakyat ada yang
tidak menyukai Ratu Jane dan lebih memihak kepada Ratna.
Sebagai orang pertama yang mendampingi presiden tentunya Ratna sudah mendapatkan
kepercayaan sekaligus tahu tentang bagaimana kehidupan masyarakatnya selain iyu ia juga memiliki beberapa daerah yang khusus ia kelolah sendiri.
Sekarang semua daerah itu diambil
alih oleh Ratu Jane. Semenjak menjabat Ratu Jane merasa segala kekuasaan dan kebijakan
berada ditangannya. Ia selalu mengambil keputusan tanpa meminta pendapat terhadap para penasihat kepresidenan.
Dengan adanya kebijakan-kebijakan baru dan bergantinya pemimpin tentu ini secara langsung atau tidak juga akan mempengaruhi kehidupan rakyat. Mereka yang dulunya hidup makmur, tenang, damai dan sejahtera sekarang mulai merasa gusar terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh presiden perempuan pertama itu. Tempat tinggal mereka digusur tanpa pemberitahuan dan uang ganti rugi sepeserpun tidak hanya itu ladang tempat mereka mencari
sesuap nasi juga telah dilenyapkan dengan cara memasang spanduk yang bertuliskan “Dilarang
mencari sesuap nasi di wilayah ini” tulisan itu terpampang hampir disetiap tempat pedagang
kaki lima berjualan.
Aset-aset negara juga diperdagangkan oleh ratu Jane ia menjual beberapa pulau dan perusahaan milik negara Temape kepada para pengusaha asing.
Semakin kesini kebijakan yang dibuat oleh Ratu Jane semakin merugikan rakyatnya. Ia hanya berpihak kepada rakyat yang berdompet tebal. Meihat hal itu terjadi Ratna tidak hanya tinggal diam. Tiba-tiba saja ia datang dan mendobrak pintu kamar Ratu Jane kemudian memaki-makinya.
“Kau hentikan semua tingkahmu yang merugikan rakyatku.” Ucap Ratna dengan wajah memerah dan mengepalkan kedua tangannya.
“Kau tidak punya hak mengaturku. Akulah presidennya sedangkan kau bukan siapa-siapa.
Mereka bukan rakyatmu tapi rakyatku. Maka nasib mereka ada di tanganku bukan di tanganmu.”
“Keterlaluan kau. Andai suamiku masih hidup kau pasti akan di hukum penjarakan.”
“Bukankah kau sendiri yang membunuh suamimu perempuan tua?”
“Kau hentikan tindakanmu atau kau ku bunuh.”
“Berani sekali kau mengancamku.”
Ratu Jane langsung berjalan ke arah bel darurat dan membunyikannya kemudian menyuruh para penjaga untuk mengusir Ratna keluar dari istana. Para penjaga itu dengan sangat terpaksa menyuruh Ratna keluar dari kamar kepresidenan dan mengemaskan barang-barangnya yang ada di istana. Selendang-selendang kesayangan Ratna juga dilemparkan dari dalam istana keluar.
Ia tidak menyangka bahwa istri kedua suaminya itu sangat kejam sampai tega mengusirnya keluar dari istana.
Setelah diusir Ratna pergi ke desa yang dulunya adalah desa binaannya. Desa tempat para pengrajin selendang tinggal. Kini desa itu telah dikuasai oleh bangsawan asing. Selendang- selendang miliknya telah berpindah tangan menjadi milik bangsawan itu. Kali ini ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi selain menyesalkan keadaan.
Ratna mendatangi rumah salah seorang
pengrajin selendangnya dan meminta tumpangan tempat tinggal dirumahnya untuk sementara waktu.
Kehidupan masyarakat pengrajin selendang di desa itu kini nampak memprihatinkan. Upah hasil mereka menjahit selendang hanya cukup untuk memenuhi biaya hidup sehari-hari. Saat tengah asik berbincang-bincang menceritakan bagaimana keadaan desa itu tiba-tiba saja mata Ratna tertuju pada layar televisi yang menyiarkan berita bahwa telah terjadi penggusuran di pasar Narawaci.
Beberapa pedagang terpaksa menutup lapak dagangan mereka dengan alasan
penertiban. Penertiban pedagang di pasar Narawaci akan berlangsung selama dua hari berturut-turut disebabkan karena para pedagang tidak mau memindahkan lapak dagangan mereka ke lokasi baru yang telah disediakan pemerintah.
Semakin hari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh ratu Jane semakin membuatnya geram. Akhirnya Ratna memutuskan untuk pergi ke pasar Narawaci mencoba untuk menenangkan kerusuhan yang terjadi akibat penertiban.”
“Setelah itu apa yang terjadi?” potong Roko sambil menatap kedua bola mata istrinya
“Aku mendengar teriakan disetiap sudut pasar Narawaci berbunyi “Tuhaaann tolong kami.”
Selalu begitu setiap malam aku mendengar teriakan para pedagang disana berteriak meminta
tolong kepada tuhan. Aku ketakutan mendengar teriakan mereka.”
“Jadi itu yang membuatmu selalu berterian setiap malam dinda?” tanya Roko
“Aku takut.!”
“In sha Allah tidak akan terjadi apa-apa. Jangan begitu kau khawatirkan mimpi-mimpimu itu.”
“Setiap malam aku mimpi yang sama. Ini bukanlah hal yang wajar.”
Roko mengelus kepala istrinya dan ia merasa legah ternyata hanya sebuah mimpi konyol itu
yang membuat istrinya berteriak setiap malam.
Pagi harinya setelah mendengarkan cerita itu dengan tenang ia berangkat menuju tokonya untuk menggelar dagangan. Saat hendak menuju toko di perjalanan ia kaget melihat begitu banyak spanduk yang bertuliskan “kami menolak” bertebaran dimana-mana. Roko merasa heran ia kebingungan apa yang sebenarnya telah terjadi. Ia penasaran dan memutuskan keluar dari mobilnya. Saat hendak keluar dari mobilnya ia mendengar suara tembakan dari atas langit dan
warga beramai-ramai menyelamatkan dagangan mereka.
Tiba-tiba saja Roko teringat akan tokonya tanpa pikir panjang ia langsung berlari menuju
tokonya. Di perjalanan ternyata akses jalan kesana sudah ditutup ia tidak bisa menuju tokonya.
Perlawanan antara pedagang dan polisi semakin kisruh. Kerusuhan menyebabkan beberapa bangunan rusak dan banyak warga yang luka-luka. Ia mencoba nekat masuk ke dalam kerusuhan itu hingga akhirnya Roko terkena beberapa pukulan dari orang-orang yang tidak ia kenal. Hingga
akhirnya ia dilarikan ke rumah sakit dan terbaring lemah disana.
Genteng Ijo, 2017
Post a Comment