- Back to Home »
- Perempuan Sunyi
Posted by : Gelas Kaca
December 20, 2022
Saat mentari mulai turun perempuan bertudung hitam itu memasuki sebuah kafe dan memesan secangkir Americano. Hari ini usianya genap dua puluh tiga tahun. Ia mulai memasuki periode dimana kegelisahan dan kegalauan dunia. Kali ini ia sedang tak ingin berdamai dengan dunia yang hanya berisi tipuan. ia menatap kelangit senja nampak kuning keemasan dan begitu tenang. Sejenak ia melihat langit itu ia seakan ingin hilang terbawa senja dan tenggelam bersama dinginnya malam. Ia seperti menemukan sedikit ketenangan dari mentari senja itu. Kepalsuan dunia yang ia rasakan saat ini seakan hilang ditelannya.
“Aku merasa damai.” Lirih perempuan itu dengan nada lembut sambil membuat bulan terbit dari wajahnya.
Ia membayangkan dunia yang ada dalam kepalanya seakan menjadi nyata. Dunia yang damai penuh keadilan, tidak ada penindasan, penipuan, semua saling merangkul dan peduli. Tidak hanya mementingkan diri sendiri dan rela diperbudak oleh mesin yang bernama waktu yang berhasil memisahkan ia dengan kekasihnya.
Lama terhanyut dalam lamunan tiba-tiba seorang pelayan datang membawakan Americano pesanannya.
“Selamat menikmati.” Ucap pelayanan yang menggenakan dasi kupu-kupu pada lehernya itu. Ia tampak begitu rapi layaknya seorang pemuda yang akan melamar pekerjaan ke perusahaan terkenal.
Namun sayangnya perempuan itu sama sekali tidak memperdulikan pelayan yang datang. Ia hanya menatap ke arah langit senja. Lalu melihat ke bawah ia perhatikan manusia-manusia sibuk lalu lalang di luar sana, suara klakson kendaraan, hentakkan kaki para pedagang kaki lima berjalan kesana kemari untuk menawarkan dagangan. Suara deru napas orang-orang yang berlarian mengejar angkutan umum yang hanya berhenti di beberapa tempat saja.
Melihat semua itu senyum di bibirnya kembali hilang. Ia menatap ke arah meja ternyata sudah tersedia secangkir Americano panas yang ia pesan tadi. Ia langsung menyeruput secangkir Americano itu tanpa mencampurnya dengan gula.
“ Pahit.!” lirihnya.dengan wajah kesal.
“Sampai kapan aku harus menunggu pria itu? Ini sudah tiga tahun semenjak kepergiannya. Bukankah ia berjanji akan pulang dan membawaku pergi dari dunia ini.” Sepertinya perempuan itu mulai meragukan kekasihnya itu.
“Cintakah kau padaku.? Cintakah kau padaku.? Cintakah kau padaku.? Ucap perempuan itu sambil menggengamkan kedua tangannya di gelas kopi kemudian menghabiskan kopi itu dengan satu tegukan saja.
“Pahit.!” Kata-kata itu kembali keluar dari mulutnya.
Perempuan itu seperti sedang meluapkan kemarahannya pada secangkir kopi yang ada di depannya itu. Ketika hendak berdiri dan meninggalkan kafe tiba-tiba saja seorang pelayan datang menghampirinya dan berkata.
“Kopimu akan terasa lebih pahit lagi jika kau seruput dengan wajah seperti itu. Coba campurkan kopi itu dengan sedikit senyum, maka ia akan terasa manis.” Ucap pelayan sambil memberikan secangkir kopi lagi.
Perempuan itu mengerutkan keningnya.
“Saya tidak memesan kopi lagi.” Jawabnya cetus
“Ini hadiah dari kami karena hari ini kafe ini genap berusia tiga tahun, terimalah nona dan tetap menjadi pelanggan setia kami.”
“Benarkah.?
“Benar.”
“Baiklah, aku terima kopi ini.”
Perempuan itu langsung meminum kopi yang telah diberikan oleh pelayan kepadanya,
“Pahit.” Cetusnya lagi
Setelah itu ia meletakkan kopi diatas meja kemudian meninggalkan kafe tersebu dan pulang ke rumahnya.
Sesampainya di rumah seperti biasa ia tidak menemukan siapapun kecuali kehampaan. Semua yang berada dalam ruangan itu sibuk memikirkan besok makan apa besoknya lagi dan besoknya lagi. Orang-orang yang ada di sekelilingnya adalah orang-orang mesin waktu. Mereka yang suka berlarian dikejar waktu. Ia sangat kesal di hari jadinya itu hatinya kembali kelabu. Kekasih yang selalu mendampinginya hilang entah kemana. Mesin waktu telah menculik kekasihnya itu.
Ia berjalan menuju kamar dan menghempaskan badan kekasur lalu menghela napas hingga terhanyut dalam lamunan.
“Aku masih berharap kau akan kembali padaku.menemani dalam kesendirian menjadi rumah tempatku berpulang. Mengusir segala sunyi dan kehampaan yang kurasa. Bawa aku pergi menuju dunia yang bukan disini. Dunia dimana aku tidak akan melihat dan merasakan kepahitan seperti yang ku lihat senja tadi dalam secangkir kopi yang tak kalah pahitnya.”
Ia hanya terdiam dan bergumam sendiri seakan seluruh isi kamarnya mengajak untuk berbicara tentang sebuah penantian dan kepercayaan.
“Cintakah kau padaku.” Kata cermin padanya
Perempuan itu terkejut dan bangun dari tidurnya. Ia membuka kerudung hitam yang dari tadi membungkus kepalanya. Lalu berjalan menuju cermin yang berada disamping tempat tidur. Lalu menatap dengan wajah kesal sambil berkata,
“Kau meragukannya.?”
Cermin hanya diam dan membiarkan wajah cantiknya berbicara dengan dirinya sendiri tanpa menyembunyikan sedikitpun kemarahan dan kesedihan yang ada dalam jiwa perempuan itu.
***
Keesokan hari ia mencoba untuk berdiam diri di kamarnya. Mencoba merehatkan pikiran dari kegelisahan yang membuatnya tidak bisa menatap di dunia yang ia anggap tidak ada ketenangan selain pada kekasihnya. Namun kekasih yang telah bertahun-tahun ia tunggu itu tak kunjung datang. Ia mencoba menerka-nerka kemana kekasihnya itu pergi, mengapa hingga saat ini belum juga datang menjemput untuk pergi ke dunia selain dunia yang ia pijaki sekarang.
Berhari-hari ia habiskan waktu di kamar melampiaskan kesalnya pada beberapa puisi dan cerpen yang berhasil ia ciptakan sendiri dari kegelisahan yang telah merebut dunianya. Pada hari ketujuh setelah ia berhasil mengurung diri di dalam kamarnya. Tiba-tiba saja ia mendengar suara ketukan dari pintu rumahya. Setelah berhari-hari ia tidak mendengar satupun suara selain suara tetesan air dari kran tempat pencucian piring.
Ia enggan beranjak dari kamarnya. Hanya tempat itu yang membuatnya merasakan ketenangan. Namun semakin ia biarkan ketukan itu semakin keras. Suara itu sangat menganggunya.
Tok,, tok,, tok,, tok,, tok,, tok,, tok,, tok,, tokk.!!!
Akhirnya perempuan itu berdiri dari tempat tidurnya dan berjalan menuju pintu rumahnya. Sesampainya di depan pintu ia menatap pintu itu dan berkata,
“Mengapa kau berisik sekali.”
Namun pintu itu hanya diam tak ada jawaban ataupun suara bising yang menganggunya tadi.
“Ayo katakan mengapa kau berisik.” Ucap perempuan itu dengan nada tinggi
Namun lagi-lagi pintu itu hanya diam dan tidak mengeluarkan sedikitpun suara.
“Baiklah ku turuti permintaanmu.” Perlahan perempuan itu membukakan pintu rumahnya. Akan tetapi ia tidak menemukan adanya tanda-tanda seseorang telah datang dan mengetuk pintu rumahnya.
Ia hanya menemukan seikat mawar merah di atas keset kaki depan pintu. Ia mengambil mawar itu. Di dalam mawar itu ada sebuah amplop kecil yang bertuliskan. Bacalah surat ini.
Perempuan itu langsung membuka amplop itu dan membaca tulisan yang ada di dalam surat itu.
Ia hanya menemukan sebuah tulisan. “Maaf aku terlambat.”
Setelah membaca surat itu ia langsung berlari menuju gerbang rumahnya lalu menatap ke kiri dan ke kanan. Seperti sedang mencari seseorang. Namun sepertinya pencarian itu sia-sia. Seseorang yang ia cari mungkin telah pergi kembali ke dalam mesin waktu yang telah menelannya. Ia berjalan menuju pintu rumah dan menutup kembali pintu itu. Entah mengapa setelah menerima bunga dan surat itu ia merasa sedikit lega. Ia kembali masuk kamar dan berbicara pada cermin.
“Cermin lihatlah kekasihku datang dan memberiku seikat mawar bukan hanya itu kali ini ia juga mengiriminku surat.” Katanya
Cermin itu tersenyum padanya. Baru kali ini cermin memberikan senyum dengan tanpa paksaan ataupun beban kepada perempuan itu.
Semenjak mawar itu datang. Perempuan yang selalu mengurung diri di kamar itu kini mulai beranjak dari kamarnya dan menuju ruang tamu. Ia meletakkan mawar itu tepat di meja ruang tamu. Dimana tempat itu menjadi tempat antara ia dan kekasihnya menghabiskan waktu.
“Aku yakin nanti jika mesin waktu itu berhenti kekasihku akan pulang dan menemuiku. Ia mencintaiku.” Ucap perempuan itu.
Kini perempuan itu seperti menemukan dunia baru. Semenjak kedatangan mawar merah dan surat yang sangat singkat itu. Ia mulai bisa tersenyum dan lebih sering menghabiskan waktunya dengan merawat bunga mawar itu. Namun setelah hampir dua minggu mawar yang ia kira dari kekasihnya itu mulai layu dan tak mampu lagi berdiri dalam vas yang telah ia sediaakan khusus untuk mawar merah itu.
Berhari-hari ia mencari cara agar mawar yang ia kira dari kekasihnya itu layu dan membusuk. Namun hasilnya nihil di hari ke tujuh belas setelah mawar itu dikirim ia layu dan membusuk.
Sang perempuan pun kembali menuju dunianya yang lama. Ia sangat terpukul akan kehilangan mawar merah pemberian dari seseorang yang ia kira adalah kekasihnya. Ia kembali menjadi wanita kamar yang tidak suka suara bising menghampiri telinganya. Kembali menutup akses untuk melihat dunia yang ia anggap penuh dengan kegelisahaan.
Dua malam sudah ia menghabiskan waktu di kamar dan menulis beberap puisi da cerpen untuk meluapkan kesalnya pada mawar kiriman seseorang itu. Di hari ketiga ia keluar dari kamar untuk mengambil beberapa cadangan makanan yang ada di dalam kulkas.
Saat hendak berjalan ke dapur. Ia menemukan mawarnya kembali subur dan memerah. Ia menghampiri mawar itu. Di samping vas bunga itu terdapat amplop yang bertuliskan. “Bacalah suratku.”
Perempuan itu membuka surat itu dan ternyata surat itu hanya berisi
“Mawar tetaplah tersenyum lihatlah bunga ini ia kembali mekar setelah layu berhari-hari.”
Perempuan itu tersenyum dan berlari menuju cermin kamarnya.
“Cermin kekasihku telah pulang, ia telah datang menjemputku. Lihat kali ini ia memanggil namaku. mesin waktu telah rusak, ia telah dikeluarkan dipenjara.”
Mawar begitu orang-orang memanggilnya. Dulu ia gadis yang bahagia selalu tersenyum saat bersama kekasihhnya. Namun semenjak ia berusia dua puluh tahun kekasihnya harus pergi meninggalkannya demi taat kepada mesin waktu agar bisa menyekolahkan mawar dan melihat mawar bisa membeli apa saja yang ia mau. Kekasihnya itu berjanji akan pulang jika tugasya telah usai.
Semenjak kekasihnya pergi Mawar selalu pergi sendiri . Ia menjadi mandiri dan melakukan apapun sendiri. Awalnya ia sangat menyukai kegiatan itu. Ia terlihat tangguh dan hebat sekali. Namun setelah beberapa lama ia hidup mandiri. Ia slelau saja menemukan kecurangan demi kecurangan menghampirinya. Setiap yang dekat dengan Mawar selalu berusaha mengambil keuntungan darinya. Bukan hanya dari sisi ekonomi tapi sisi lainnya. Semenjak saat itu Mawar membenci kehidupan dunia. Ia seperti tidak menemukan ketenangan seperti saat bersama kekasihnya.
Kini mawar merasa bahwa kekasihnya itu telah kembali pulang. Mungkin kekasihnya masuk rumah ketika mawar sedang tertidur dan sekarang sedang membeli bunga mawar lainnya agar mawar yang ia pegang tidak sendirian.
Pare, 12 November 2017
Post a Comment